Senin, 14 April 2008






Nyanyian Seribu Burung
Penerbit :
Kelompok Studi Sastra Banjarbaru
Kalimantan Selatan

edisi 1

Aku Berkaca
: r.mawarni

aku berkaca
pada tubuhmu
melahirkan sebuah laut
membawaku terus berlayar
entah sampai ke mana
langit menyembunyikan pantai
pada ribuan ombak dan buihbuih
dan angin membunuh burungburung
aku jadi teramat letih
tapi tak juga kau beri aku dermaga
dalam nafasku

mungkin inilah riwayat
pelayaran terdampar di sini
pada sebuah ajal

Banjarmasin, 1970

Antara Kapal Berlabuh

jangan ada sangsi ketika puput penghabisan
pertanda senja akan membawa kita
ke ombak yang paling jauh
muara tak lagi perbatasan bertolaknya
sebuah kapal yang sarat dengan riwayat
yang kita aksarakan pada sebuah perjalanan
dan burungburung laut melepaskan
kepaknya ke karangkarang ketika
kelam menyempurnakan malam
adalah masasilam yang kita sauhkan
pada alir usia kita sebab
langit tak lagi dapat menyimpan
pandangan mata bila kita akan
menghitung nasib antara kapal
berlabuh dengan pelabuhan
di mana kita menambatkan keyakinan
maka layar telah kita kembangkan
sebab laut adalah sebuah jalan panjang
yang mesti kita tempuh
dan kita tak perlu lagi berpaling

Banjarmasin, 1972

Kendati Hujan Gerimis
: r.sehan.w

kendati hujan gerimis
membenahi senja
kau masih juga memandang
lewat kaca jendela
mengeja bayangbayang

tapi tahukah kau
bahwa sungai telah merisalahkan
rumahrumah lanting
dalam sempurnanya senja
sebab gerimis mengekalkan
luruhnya cakrawala
pada sebuah pandang mata

maka tutuplah jendela
sungai dalam dirimu
akan mulai pasangpindua

Banjarmasin, 1972

edisi 2

Pada Suatu Hari

Berjalanlah ia bersama syairnya
Menuju lembah dan perbukitan
Dengan suatu harapan dan kenangan
Ohai merapatlah cintaku yang berderai

Di suatu senja yang kekanakkanakkan
Jatuhlah hatinya menahan empasan pandang
Daundaun yang gugur dari dahan yang kering
Dihisap panasnya hari

Di antara ketiduran semuanya
Wajah yang penuh terkumpul makna
Ditiupkannya seruling sajaknya
Bagai kapal hendak merapat ke dermaga

Ohai pulanglah anaksianak hilang
Pulanglah dengan segenap cinta
Agar kulihat sinar rembulan
Karena kita satu jiwa
Karena kita leluhur bangsa

Banjarmasin, 1971

Di Bawah Cemara
: kepada YN

Bulan Mei tumbuh dan hidup
Pada hembusan pertama
Kulihat matamu nun jauh
Menembus suara lonceng dunia

Dan pada gema penghabisan
Telah kau capai tempatnya
Taburkanlah benih itu di atasnya
Bagian dari hidup kita dengan tiada sangsi

Tak mengenal musim cemara kita
Mendesir dan membelai penuh cinta
Dan bagai perak di bawah aurora

Kini betapa pun bulan Mei tidur dengan lelap
Tapi ia bangun tiada kasib pada kita waktu pagi
Selagi kita takjub mendengar kicau burungburungnya

Banjarmasin, 1973

Nyanyian Seribu Burung

Dalam padang rimba dunia
Di atas pohon bercabang lima
Ada nyanyian seribu burung
Lagu leluhur mengembang

Indahnya bumiku hijau
Meluncur keretapagi di atasnya
Putihnya putihmuda
Kami terbang di dalamnya

Adakah tetap saja jalannya kereta ini
Adakah tetap saja terbang kami bebas
Kami lihat kami lihat
Musim panas mengombak
Musim hujan mengepak

Mengapa engkau diam
Kubur saja mereka di sini
Di atas tumpukan kenangan
Sebelum petang tiba

Dalam padang rimba dunia
Di atas pohon bercabang lima
Ada nyanyian seribu burung
Ada bayi mati lemas dalam jantung

Banjarmasin, 1972

edisi 3

Perkawinan Kawanku
: abdullah sp

Puisi yang pertama menetes di mana
Kau datang di malam bening mega abadi
Kendati pun saudara seibusebapamu
tak selaras dan meletuskan bedilnya

Ceceran tapaktapak hitam menginjak muka
Tanpa arti perdamaian di ujung penentuan terakhir
tapi dengan sayap kepastian kau ternabg bersama
biar jadi sepasang puntung

Perlahan tapi dengan jemari kemenangan
Mempelai wanita menyingkap dan mengusap
gaun penutup muka
gorden jendela serta salam yang tulus

Langit biru hari pun biru
Puisi kasih sayang dunia kasih sayang
Tak mengapa puisi yang ketiga baginya
Sekarang adalah milik kita bersama

Kuduslah segenap puisimu pengantin
Malam indah malam puisi
Angin pun berembus bagai sutra tanda kelembutan hati
Perkawinan adalah lambang imajinasi sebuah puisi

Banjarmasin, 1972

Ketika Kalender Dirobek

Ketika kalender dirobek
Jam dinding berdentang
Waktu yang meresahkan
Hati yang berkeringat

Ketika kalender dirobek
Langit termangu
Debu beterbangan
Dia tersedu di jejak berlari

Di atas gundukan jeritnya yang rindu
Di atas gundukan tugasnya di bahu
Dia berkata dalam segenap bahasa kesetiaan
Ketika kalender dirobek

Ketika kalender dirobek
Satudemisatu puisiku bergetar
Atas tanggung jawab
Atas pertiwiku yang semakin renta

Banjarmasin, 1972

Tentang sebuah Kehadiran
Tentang Sebuah Kebangkitan
: natal

“Lilin redup, cemara kaku harga diri manusia
dunia tambah gelap, segala yang berlaku
itu yang dimabukkan hirup racun penindasan
di aras kegelapan
gembala hilang piaraan di padang Efrata,
tandus di gawang musim

Dari tudung langit buka luas, memancar turun
sinar perak kudus
hadir berpuluh ratus malaikat dari firdaus
di atas Bethlehem memapah Immanuel
selamat datang engkau Yesus Kristus
kerasulan akhli kitab koyak ngilu nanah hitam
yang menetes beku pada dunia, pada lilinlilinnya
yang dimabukkan
dari arti bulan purnama yang sebenarnya

Lilin, redup, cemara kaku harga diri manusia
Yesus hadiahkan sebuah buka jendela musim
hirup anggur perdamaian abadi, ya Allah
berhentilah kiranya kau menangis bayibayi ummatNya
terang berkilauan dunia tuhan segenap isinya
hanya yang tinggal yang tak mau percaya dan lupa

Gerincing rantai raja yang dikaratkan
Akulah yang menentukan langit dan bumi
Hai engkau sekalian di kakiku
Hai engkau Yahuza ; Ini titahku !
Kuletakkan matapedang di tanganmu
Jadikan lautan merah, di sana aku
Akan berdiri tegak dengan membentangkan sayapku
Dari seantero alam, akulah raja dari sekalian raja “

Demikianlah ya Allah, Tuhanku yang Mahaesa
Mahakudus sekalian alam
malaikatmalaikat berarak bertatah pelangi firmanNya
di dalam taman Getsemani
kesyukuran kami, kesyukuran atas kebangkitan
nabi kami ke langit atas kasihsayangNya
sejahteralah engkau Yesus di di sisi Allah Yang Mahaesa

Malam ini, kami buka kitabMu yang kudus
dalam petibesi yang tependam dari zamankezaman
lalu tangan kami kini terjalin gemetar : Engkaulah Ia
nyanyian natal pun mengembang di antara dentang
lonceng
menyusup di puncak menara hati
O telah kami sambut kabar gembira
kabar keselamatan bagi ummat yang setia

Malam ini, Tuhanku
kami telah mengenal wajah kami dalam kemelut
Malam ini, Tuhanku
kami telah mengenal : Engkaulah Ia
ampunkan kami yang telah berbuat dosadosa :
“ Pada masa itu kamu akan menoleh dan meliha
bedanya orang yang benar dengan orang yang
fasik, antara orang yang berbakti kepada Allah
dengan orang yang tiada berbakti kepadaNya “
Amin.

Banjarmasin, 1970

edisi 4

Malam Idul Fitri

Malam ini malam suci, sahabat
Menguak segala tirai kabut
Di atas lautan taqwa dan takbir di puncak menara hati
O sahabat dari pancaran ayatayat suci Al Quran
Anakanak yatimpiatu, fakirmiskin dan yang mengharapkan cinta
menggenggam syukur, bersyukurlah kita, sahabat
Malam Idul Fitri
bagi seluruh kemanusiaan dan ummat

O sahabat, aku telah mendengarnya
bunyi beduk dan alunan azan
adalah seruan dari gemercik hidayah dan inayahNya
yang dilimpahkan kepada hati yang tulus dan ikhlas
ialah keselamatan dunia dan akhirat
atas segala kesalahan yang saling memaafkan
Minal Aidin Wal Faizin

Idul Fitri hari percintaan yang terbuka lebar
di hadapan ummat manusia, ia yang mengajak
masuk ke dalamnya
di sana, terbentang luas uhuwah islamiyah
embunembun kasihsayang

O sahabat, aku telah melihatnya
jubah islam mengembang
pembawa sinar kebenaran yang paling dalam
di sana, terkandung falsafah hidup manusia
hak dan kewajiban yang sama
mukmin berlayar di lautan hidup yang sejati
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Kita sujud di kakiNya
tangantangan kita menadah, mengetuk pintuNya
dengan hati yang gemetar
memohon ampun atas segala dosadosa
Kita sujud di kakiNya
memanjatkan rindu yang terpahat di dada
malam ini kita merebut hatiNya

Banjarmasin, 1971

Kepada AR.L

Besar benar hasratku agar kau
menarikan sebuah tarian untukku
Jam sebelas, tibatiba kudengar
kau telah berangkat
di mana kini kau diam abadi

Siapa pun akan terkejut dan tak menyangka
Keberangkatanmu semuda itu
Tapi engkau telah berbuat ikhlas

Di mana sesuatu yang masih tertinggal
Di mana engkau menutup layar
Di mana aku bergegas
Jam empat sore

Sekali aku tiba
Panggung itu telah kosong
Hanya tercium wangiwangian
Kembangkembang bogam

Di sana aku masih berdiri
Besar benar hasratku agar kau
Menarikan sebuah tarian untukku

Banjarmasin, 1974

Semenanjung Desir

sepanjang pasir
kaki kita akan cerita tentang cinta ?
camar telah pulang kesarang
batubatu karang sebentar lagi akan
jadi bayangan laut

ingatkah ketika kapal itu akan bertambat
dari arung yang jauh
kita masih menatap gemawan
dan semenanjung itu masih menyimpan ombak ?

sebab kitalah buih
kapal yang mau bertambat
seperti menghitung jarak pelabuhan

kasihku
tak cukup bahasa menafsir sebuah cinta
sebab sebentar lagi kita akan menjadi bayang
setelah matahari meninggalkan kita

Banjarmasin, 1970

edisi 5

Kita Cuma Bayang

kita tidak bisa bicara
karena kita cuma bayang
kota telah menjadi batu
karena kita cuma bayang
selaksa impian selaksa kehendak
dalam zaman api
menjadi abu
karena kita cuma bayang
telunjuk mengacung ke langit
patah di cakrawala
karena kita cuma bayang
kekuasaan bertangan besi
membunuh demokrasi
penguasa kebal hukum
di mejameja parlemen
di kursiskursi birokrasi
di suratsurat sakti
kemunafikan ada di manamana
tapi
apakah kita selalu cuma bayang
ketika negeri tercinta ini
kehilangan makna
harus ada keberanian
menyatakan perang
melawan tirani !

banjarmasin, 1971

Rumah Kecil

rumah kecil pohon bergoyang berlagu duka
pintu dan jendela menghadap matahari terbit
lampu berkedip pada dunia berpaut sempit
bulan kecil tiga beranak di dalamnya

angin menyerahkan diri di gorden jendela
segala berderak bila dibuka
bapa terkapar di kaki malambuta
peluh mengucur sepanjang senyum kota

rumah kecil, rumah kecilku
bila kita cerita tentang esok pagi
betapa kejangnya urat nadi
serta kecilnya langit biru di lorong buntu

segala melaju, segala berlagu
pelabuhan siul pelaut
bapa, ibu kita berpacu
biar kita dirajuk mimpi enggan berpaut

banjarmasin, 1970

Demikian Hari Ini

Merpati putih terbang dalam bianglala
Begitu ringan dan penuh falsafah
Tiap waktu yatimpiatu membelai tubuhnya
Amboi lambang kehidupan

Di balik batubatu cadas sang pemburu mengintai
Dengan bedil hitam di tangan
Tatkala ia mengindapindap
Membekas tapak kakinya di bumi warna merah

Ketika itu yatimpiatu menjalin cinta
Ketika itu merpati asyik bernyanyi
Sebuah peluru menebus jantungnya
Kemudian ia jatuh terkuai

Betapa yatimpiatu meratapi
Merpati dan dirinya yang malang
Sedang pemburu berlalu
Bersama hidup dalam mmpinya

Banjarmasin, 1970

edisi 6

Dia Berjalan

Dia berjalan, tongkat hari retakretak di tangannya
Orangorang terus juga menyibukkan diri
Tak seorang pun ingin tahu
Betapa gerimisnya jalan ini mau kami
Teriak sekuat hati
Tapi suara kami luluh terbentur dinding batu

Apakah esok hari tongkatmu jadi kayu pualam
Menanti dan mengharap
Bagai asbak di atas meja mengkilat
Dan mereka penuh dengan katakata asing
Dalam suatu tempat, semuanya ... benar

Dia terus juga berjalan, berjalan ...
Betapa jauhnya sudah perjalanan
Bukan mimpi atau pun hayalan
Dia sungguh tahu semua ini
Juga catatancatatan kecil kita

Banjarmasin, 1970


Jendela Buka Awal Tahun

Batas malam akhir dan awal tahun ini,
Melepas diri musim berayun
Cakrtawala biru
Bulan bersenyum, di sana bintangbintang
mengerdipkan seluruh rasa
Di bawahnya orangorang pada mabuk memetik
piano,

dansa - ria
Manakala lonceng bergema mematikan seluruh lampu
topengtopeng pun dipasang dalam gelapnya cahaya
Sementara di luar sana wajahwajah rindu menadahkan
tangannya
Batas malam awal tahun
Jalan, kini menantang hidup dan kehidupan
Mari
Laut yang tak tenangtenangnya
Yang mengalunkan segala gelombang
Kita ke sana
Menyerahkan semua harapan
Dan melepas kenangan
Catatan yang berbenah di hati

Selamatlah berpisah,
Selamatlah kami cium atas jabat hati - perkenalan -
Kami adalah lautmu
Kami adalah gelombang yang - menyisir -
Yang ingin tahu diri - pantai -

Banjarmasin, 1970


Nyanyi Sepi Dalam Sunyi
:buat Ibramsyah Barbary

Pertemuan kita di sini sama menatap dan cerita
pada sebuah perjalanan, kau berkata :
disepanjang langkah cuma nafas beku
Lalu kataku :diseret nasib pada jembatan tua dan
pelabuhan tua
Lalu kita samasama bernyanyi : kerangka siapa
yang lukaluka pada pertambatan usia
pada percintaan yang siasia

Kita terus juga bernyanyi sampai malam jadi muram
Dalam bayang kita sendiri dalam bayang berlari
Semata angan menggeletak mati

Akhirnya kita samasama bertanya : nyanyi siapa
yang terasing dari senar jiwa

Lalu kita tertawa, biarlah nyanyian sunyi terus
bernyanyi
tapi kesetiaan terus isi agenda dari falsafah peristiwa hidup
dari kehidupan satu dunia
Mengabadikannya dalam kehidupan kita

Banjarmasin, 1970

edisi 7

Bencana Di Padang Karbela

Menggelepar pasir dicekik matahari
Selagi dosadosa bertolakpinggang
Kudakuda dan pedang hitam haus darah
Angin kejahilan mengibarkan angkaranya
Di debu membuat jubahnya merajalela
Menyerpihkan keyakinan yang dipunyai mereka

Selembar keyakinan di dadanya yang ber Tuhan
Mengibaskan sayapnya di atas keadilan dan
kebenaran
Menentang mereka yang tak percaya dan lupa
Bahwa dirinya tak seberapa
Orangorang muslim melepaskan bersama lestari dengan airmata
Dan napasnapas kebesaran Tuhan
Kepada pahlawannya yang berjubah putih
Mata orang Kufah setajam tombak beracun,
menyeringai
Ditentangnya dengan hati padat kalimah Tuhan
Allahu Akbar

Menggelepar sepuluh Muharram dirajam angkara
murka
Matahari memerah pucat menjuraikan tabirnya
Menghayati tubuhtubuh yang teserpih berkuah darah
Pasir pun menggigit bibirnya yang tajam
Bahwa belasungkawanya
Lalu pedang
berayun menggores sejarah islam
Seirama kehendak Tuhan dan cobaannya
Husien menghadapNya diantar berpuluhpuluh
malaikat
Bersama firmanNya yang suci
Darahnya menghiasi dada tiap muslim
Kemudian membentuk karangan bunga mengagungkan yang hakiki
Dipasrahkan ummat islam dalam sejarahnya

Banjarmasin, 1970


Kuli Pelabuhan

Seorang kuli pelabuhan
Kurus kering, usianya rambut dua
Memanggul karung ke gudang luas
Menggigil dan miringmiring

Peluhnya mengucur deras
Menghindarkan lamunannya
Dalam hingarbingar manusia
Di tengah rengkah panggangan matahari

Serine kapal mencibir di telinga
Kapal berlabuh dan perahu mengangkat sauh
Dan kakek mengoceh sendiri, sendu
Untuk mereka yang dimabukkan anggur dunia

Selagi karung padat membebani hidupnya
Otot kejang menyentaknyentak dan menggila
Dada dan hati merekah luka
Ruang terbuka menyimpan hasrat
Anganangan masa tua
Tertutup debu gudang luas
Dan timbunan karung tumpukan deritanya

Seorang kuli pelabuhan, kurus kering, matanya lesu
Memanggul karung ke gudang luas
Peluhnya deras mengental di pelabuhan
Antara kapal berlabuh

Banjarmasin,1970


Sebelum Usai Senja
:yati.ls

Sebelum kau singkap gaunmu
Rambutmu sudah menyentuh dadaku
Angin dingin, Dan kau berkata sesuatu
Tapi aku seperti tak tahu

Kulihat gemawan turun
Jingga dan samar caya
Kau tahu ? Hari bakal kelam
Dan kita makin tenggelam

Lalu kau betulkan dudukmu
Sementara bau wangi itu masih
Kau simpan dalam bajuku

Banjarmasin, 1977


Ada Yang Mengintipku

Kelambu sudah kupasang
Ah ! Ada siulan gaib
Di kastok di dinding
Selembar jubah hitam bergoyang
Remangremang mata kucing
Tajam menusuk
Di luar amat gelapnya malam
Kucium bau cendana

Diam hatiku diam wahai
Ada orang membaca al furqan
Sudah jam berapa ?
Di dinding seekor cecak melarikan diri

Engkaukah ?
Di balik lubang kunci
Bersiul dan
Menapaskan angin malam
Diam diam hatiku wahai

Banjarmasin, 1975

edisi 8

Di Luar Panggung Sandiwara

Akhirnya pun terjadi
Racun yang kuminum itu
Benarbenar membuat aku keracunan
Tapi tak apalah demi kebaikanmu
Dalam aku berlari
Mengobatinya sendiri

Banjarmasin, 1976

Kulihat Langit Tak Seperti Kemarin, Kini
Aku Yakin Hari Esok Lebih Tak Disangka
Kebutuhanku

Kurasa hari ini lebih baik
Mencukur kumis jenggot
Dan memotong kuku
Dari pada duduk di warung kopi

Banjarmasin, 1976


Mabuk

Aku terhuyunghuyung dan
Tak terasa tanganku
Menampar kaca jendela
Aku terpaku dan
Sambil kusebut namamu
Kupunguti hatimu yang hancur

Banjarbaru, 1978



Tak Kuatir Punggungku Di Bawah Mentari
Kuayun Cangkul Dan Bibit Ini Siap Pengganti
Hutan Dan Semak

Untung hari ini aku tidak mengorek telingaku
alangkah tajamnya tusukan lidah
orangorang yang mabuk

Banjarmasin, 1976


Napsu

1
Ketika ingin berbaring
Seekor ular melingkar di ranjang
Tak habis kumengerti
Mengapa tubuhku kaku begini

2
Kau merasa bangga
Dapat menggenggam dunia
Tapi tak sadar ada yang
Mengalir di selasela jarimu
Itulah kehidupan hakiki

3
Kau hapus jejak noda yang kau buat
Lalu merasa puas orangorang tak tahu
Namun kau tak tahu siapa yang
Melihat gerakgerikmu itu

4
Kau balikkan fakta
Hingga menang dalam perkara
Ingat jika bercermin
Bukan wajahmu yang nampak

5
Sepasang burung menanggalkan sayapnya
Wiwit lalu membenamkan diri kerimbun daun
Tibatiba ranting itu menanggalkan daunnya
Wiwit mencari dirinya yang hilang

6
Rupanya apa pun kaujalani
setiap jengkal tak ada batas
Yang membatasi
Seperti langit
Kau tebar benih di rahimnya
Lalu lahirlah bianglala
Di atas bumi tanpa nama
Tanpa suara
Dan kau
Lupa

7
Berkelana tanpa kaca
Menjilatjilat semua impian
Yang kau gantungkan di sana
Ternyata kau lupa tempatnya

8
Orangorang tak pernah mau dengar
Bagaimana gema penghabisan keluh
Orang tak punya rumah
Berjalan di padang luas
Ke permukiman yang tak pasti
Dan tak tahu lagi asalusulnya
Negeri apa
Nun langit gairah kelabu
Menaburkan pasir bila dipijak
Tak meninggalkan jejak
Orangorang tak pernah mau dengar
lagi keluhan hatinya sendiri

9
Anggur selusin piala
Merasuk dalam jiwa
Pesona tak lagi lahir dari pikiran
Dan akal pun jatuh ke balik impian
Sebelum larut dalam bisikan
Ada yang tercecer dari kehidupan
Sebab di balik tabir semesta
Suara sonder katakata

Banjarbaru, 76

edisi 9

Imperium Cinta

Kicau burungburung
Membuka pagi dalam gairah
Cahaya hidup yang mengalir
Dari imperium cinta

Begitu agung
Tapi adakah yang mengerti
Dan membuka hikmah yang teramat dalam itu
Dalam setiap gerak kehidupan

Oi hati dan jiwaku
Bernyanyilah dari bungabunga cinta
Yang mekar dari kelopakkelopak kamasutra
Wahai hidupku kitalah pengembara
setiap kepak sayap dan kicau
ke puncakpucak imperium cinta
Wahai

Banjarmasin, 1971


Bunga Kertas
:r.sehan.w

Setiap membayangkan bagaimana hari esok
Aku mesti merangkai tubuhmu
Dengan beratus harapan yang kutaruh di jambangan
Tapi aku selalu kehilangan warna
Manakala ujung kelopakmu
Meneteskan isak sembilu
Dan aku tak pernah lagi berani menghitung
Entah berapa helai yang telah kurangkai
Sebab akulah jambangan itu
Yang selalu gagal menghadapi hari esok
Dan aku tak pernah berani lagi
Menafsir setiap bunga dalam tidurku
Membayangkan bagaimana hari esok
Tubuhmu pudar dalam jambangan itu

Banjarmasin, 1973


Arakan Kernda Batu
: aksi solidaritas (1)

hari ini delapan Februari
keranda itu telah kami usung
di puncak tugu bundar
menuju pemakaman
yang kami bangun sendiri
dari bongkahan api hatinurani

16 seniman mengepal tangan
tak ada kata lain
kecuali lawan
kemunafikan

melintas cakrawala
sebab demokrasi telah terpidana
di negeri tercinta

kami usung keranda ini
dengan linangan airmata api
dengan langkah pasti :
Kembalikan Arief Budiman !

Banjarmasin, Selasa Sore,8 Februari 1972

edisi 10

Pemakaman Demokrasi
: aksi solidaritas (2)

16 karangan bunga berselempang langit jingga
lagu padamu negeri dan syukur berkumandang
dari lautan hati yang gemuruh
badai selaksa duka
requiem lahir
sepanjang alir airmata
wajahwajah yang luka
tangantangan bersimpuh doa
matahari jelaga

16 karangan bunga berselempang langit jingga
hari ini kami risalahkan
semua padamu negeri tercinta
ia akan bangkit kembali
dan terpahat di dada
hari ini
di tanah pusaka ini
kami telah tiada sangsi
hanya ada satu pilihan
perang melawan tirani !

bjm, 8 Februari 1972


Hidup Diburu
: aksi solidaritas (3)

Hari ini gerimis mulai turun
malam pun mulai kelam
tekad baja erat lekat di dada
dari tugu bundar menapak sepanjang kota
kaki tak pernah gentar membela yang benar

sajaksajak melontarkan kegelisahan
atas ketiadapastian hukum di negari tercinta
lagulaguduka didendangkan

dari kakilangit
Jeep Pol 1312 memuntahkan pasukan perintis
mengepung dari segenap penjuru
tapi laut yang tenang telah kami badaikan
sepanjang khatulistiwa
sepanjang poros bumi yang berputar
dan pasukan itu pun tak bisa berbuat apaapa

gerimis telah menjadi hujan
kami dijebak dalam sebuah bus
ke padang perburuan

bapakbapak jangan kau anggap kami ini
bertendensi anjinganjing politik
sebab politik itu kotor sekali
di sini aspirasi atas persamaan kepentingan
dan kesadaran melihat ketidakpuasan situasi negri tercinta

apalah sebuah seltahanan
apalah pasal 510 kuhp dijeratkan
takkan surut melawan kemunafikan

sungguh wartawan foto yang sejak lama
mengikuti arakarakan perjuangan
filmnya dibredel oleh kepolisian
dan mulut koran di banjarmasin
di kunci dengan surat sakti

hari ini sembilan februari
16 mentari pagi
mengadakan upacara hidmat merahputih
di halaman komres jalan s.parman
orangorang pada tabjub mendengar padamu negeri
mengetuk setiap hatinurani

Banjarmasin, 1972

Kau Kirim Gerimis

tahukah kau kacajendela sejak tadi
tak mampu lagi menyimpan risalah
yang lahir dari desauan angin
sejauh pandang lewat kaca
hanya hurufhuruf yang memantulkan bayangbayang
siapakah lagi yang mampu mengejanya
selain renungan dan perhitungan hari
sepanjang usia
maka masihkah kau kirim gerimis itu
manakala aku mandul bersajak
kehilangan rumusan menyusun katakata apa
untuk belajar memahami sebuah makna
manisku,
ketika kaca jendela ini buram oleh sentuhan
lembar impian yang lepas dari tangkainya
maka masihkah kau kirim gerimis itu
barangkali manisku,
cuma kita berdua menengok ke cakrawala
sejauh pandang lewat kaca jendela

banjarmasin, 1973


Matinya Seorang Maling Ayam

peronda malam dengan perkasa memukul kentongan
disusul dengan kentongankentongan lainnya
kampung itu riuh dengan suara kentongan
campur aduk dengan teriakan : maling maling

orangorang kampung itu bagai serdadu ke medan perang
di tangannya parang pisau pentungan dan kayu
dan entah apa lagi
mengepung tiap jalan dan loronglorong
maling itu terjebak dalam kepungan
panik dan putus asa

orangorang itu beringas dengan teriakan
seperti gemuruh petir di angkara
membacok memukul menendang menghajar
membanting sumpah serapah
tak sempat ada satu jerit yang keluar dari mulutnya
kecuali sebuah kata yang hanya dimengerti oleh Tuhan
maling itu telah mati siasia

orangorang itu merasa puas seperti menang dalam
sebuah perang yang dahsyat
ternyata hukum manusia lebih kejam dari hukum Tuhan
hukum manusia bisa dipermainkan
bahkan bisa diperjualbelikan

tapi orangorang itu apakah berani berhadapan dengan
para koruptor yang mengisap darah negeri tercinta ini
sehingga kurus dan melarat
semuanya tahu tapi hanya diam
dalam kepengecutan

orangorang tak pernah peduli
bahwa maling itu patut diberi tanda jasa
bahwa ia terpanggil atas tanggung jawab
isteri dan anakanaknya menangis karena lapar
sedang ia tak punya apapa

sang ibu dan anakanaknya masih menangis
penuh harap untuk hari ini
namun sang bapa pergi dan tak pernah kembali lagi

banjarmasin, 1973

edisi 11

Seorang Anak Kecil Minta Susu
Kepada Ibunya Yang Mati

di sebuah rumah tua
di sudut sebuah kota
seorang anak kecil
menangis di samping ibunya
yang terbaring di sepotong tikar butut
berjuang mempertahankan sebuah nafas yang
terakhir
untuk meneteki satu tetes susu buat anaknya
busung lapar yang dideritanya
tak sembuhsembuh jua
satu tetes susu telah mengantarkan nyawanya
kehadirat tuhan yang mahakuasa
anak kecil itu masih menangis
dalam tetekan ibunya yang telah mati
ia terus menetek
dengan tangis ia berharap tetek ibunya mengalir
susu yang deras
dan malam itu tak ada lagi tangis
kecuali angin yang mendesis
rumah tua itu teramat lengang

di sisi tuhan
seorang ibu berwajah rembulan sedang meneteki
anaknya yang dahaga

banjarmasin,1973


Doa Selembar Daun

bila aku luruh
luruhlah dari tangkaiMu
luruh atas kasihsayangMu
bumi adalah sajadah
terhampar dari firmanMu
beri aku bumi
agar sujud abadi di rabbMu
sesungguhnyalah aku adalah daun
dari sebatang pohon
yang kutanam sewaktu masih segumpal darah
tapi perkenankanlah
inilah doaku yang paling terakhir
bila aku luruh
berilah aku luruh
luruh dari tangkai kasihsayangMu

banjarmasin, 1974


Mayat

perkara mayat
di kota ini
menjadi persoalan yang masih dipersoalkan
mayat
di emperemper, di sudutsudut pertokoan,
d i selokanselokan, di sungaisungai yang buntu
di bawah jembatan, di tempattempat kumuh
bahkan di muka kantor di tamantaman
dan entah di mana lagi
mayat mendebarkan bagi orangorang yang lewat
tapi ada juga hal yang sudah biasa
palingpaling menengok sebentar
rupanya yang paling repot adalah pemerintah
tata kota
mayat adalah sampah yang harus dibersihkan
dan petugas dinas sosial menggerutu bila ada mayat
apa lagi yang tidak beridentitas
sebab biaya penguburan sangat mahal
tanah untuk kubur semakin sempit
polisi juga pada sibuk mengamankan mayat
dari maling mayat
dan mahasiswamasiswa kedokteran
mencari kesempatan menuju mayat
siapa tahu ada mayat gratis
lumayan buat praktik bedah
tokohtokoh agama dan pemukapemuka masyarakat
sudah cape
ke tempattempat ibadah
ke rumahrumah duka

seniman, cendekiawan, dan perkumpulan hatinurani
turun ke jalanjalan mengarak poster, spanduk dengan
beragam tulisan,
yelyel dan pertunjukan teater mayat
dan ditempat lain
serikat pedagang keranda dan persatuan penggali
kubur
lebih riuh lagi mempertahankan haknya
kaum legislatif dan eksikutif sudah kehilangan akal
malah ada yang kasakkusuk
menanggapi aspirasi tentang mayat
dalam sebuah negeri yang tak ubahnya sesosok
mayat

banjarmasin, 1974

edisi 12

Doa Seorang Penggali Kubur

Tuhan aku tahu
Engkau mahapengasih dan lagi mahapenyayang
jangan Engkau hentikan tugas malaikat el maut
sebab ya Tuhan
Engkau mahamengetahui
sudah berapa hari ini anakanak dan isteriku tidak
makan
kami tak punya apaapa lagi untuk dijual
hutanghutang kami menumpuk
kami selalu melanggar janji untuk pembayarannya
rumah kontrakan sudah beberapa bulan menonggak
sedang upah kami begitu murah
itu pun dipotong untuk pembayaran yuran
perkumpulan
harga sembako semakin hari semakin meningkat

Ya Tuhan
perkenankanlah doa hambamu
amin

banjarmasin,1974


Kujukungkan Impian Ke Sungai
Martapura

kayuh apa tak tahulah
dari keyakinan mesti kukayuhkan
meski alir dan ombak

dalam pasangsurut
tak memberi alamat kayuh apa
atau pepohonan rambai
di tepitepi pantai
masih menyimpan berahi dendam
pada matahari yang makin tenggelam
kujukungkan impianku
kujukungkan
manakala sungai
masih memberi muara

banjarmasin,1974


Ketika Kapal Lepas Pelabuhan
: sui lan

masihkah kau di sana
dengan lambaian tangan
mencoba belajar
membaca sauh yang dinaikkan
dan peluit terakhir dibunyikan

karena laut teramat luas
arung memerlukan kesetiaan
karena ombak dan buih di buritan
tidak pernah lagi mengenal tepian

masihkah kau disana
menghitung harihari perjanjian
sementara aku mencoba membangun
pelabuhan dalam diriku sendiri
ketika kakilangit tak lagi memberi warna

banjarmasin, 1974

edisi 13

Layang Layang

kunaikkan layanglayang ketika kau rebahan di sebuah padang tak berpohon
angin yang kau hembuskan mendorong aku mengulurkan benang sampai menyentuh awan
aku tak dapat lagi menahan betapa kencangnya angin
dalam desahmu yang menggairahkan
ketika langit memberi warna pelangi
yang membentang kesegenap penjuru
aku kehilangan balance
dan layanglayangku putus
melayang jauh sekali
dan jatuh ke lembah kesadaranku
dalam aku termangu
memandang layanglayangku yang hancur
di pangkuan isakmu

banjarmasin,1975


Aku Kembara Mencarimu Sui Lan

setiap tempat persinggahan
aku mencarimu
sebab benih yang kutanan dalam rahimmu
tak lunas sepanjang usiaku
walau langkahku senantiasa kehilangan keseimbangan
letih dan perih tak pernah kuhiraukan
tapi yang aku risaukan
mengapa tak kau beri aku alamat

di setiap tempat persinggahan
kau tak lepas dari tidurku
manakala jalan memberi persimpangan
atau loronglorong
yang mana harus kutempuh

sayangku,
bila pun ajal kan tiba
ini bukanlah pemberhentian
dalam sebuah pengembaraan

banjarmasin, 1975


Lilin Merah

di hari raya Changyang Jie ini
tidak ada gunung Tai San
tapi kau berkata, kita ada gunung Semeru
yang memberi makna dari apa yang kita impikan
kita bangun gubuk di bawah bulan purnama
sambil menggubah liriklirik chun chiu
lalu kita dendangkan
jinse di jemariku
dan qiangdi di bibirmu

tapi
di hari raya Changyang Jie kali ini
aku tak berdua lagi dalam gubuk ini
mabuk di kukus lilin merah
dan hanyut di sungai Changjiang

banjarmasin,1975

chun chiu : nyanyian klasik China
jinse : sejenis kecapi
qiangdi : sejenis seruling
Changyang Jie : hari raya tradisional China


Aku Tersesat Dalam Gumpalan Pekat

seribu kunangkunang membangun
kerlip pada sebuah kelam
tibatiba kau mengental dalam ingatan
kemudian menjelma
nyala api yang membakar igauan
lalu aku luruh dalam sebuah risau
sembilu

luruh
seperti sayap kapas

mencari wajah
di antara
katakata
yang berserakan di kaca
duka
:
seperti musafir
kehilangan alamat
aku tersesat dalam gumpalan pekat


banjarmasin,1976

edisi 14

Rakyat

rakyat adalah api
yang membakar hangus segala bentuk kejahilan
rakyat adalah laut
yang bergelora gelombang yang menenggelamkan
segala keserakahan
rakyat adalah badai
yang menerjang setiap penghalang kebenaran
rakyat adalah banjir
yang memporakporandakan pembunuh keadilan
rakyat
adalah
kita
yang turun ke jalanjalan menyuarakan demokrasi
yang menyatakan perang
melawan
k e m u n a f i k a n


banjarmasin, 1976

Gerimiskah Melelapkan Kota Ini

gerimis sejak tadi menyempurnakan diri
sunyi di manamana
kotaku yang bernama banjarmasin sepi
seperti sesosok bayangan kelam
yang membenam dalam selimut malam
gerimis inikah yang mengantarkan kotaku
kesebuah lelap ?
kawanku bertanya
ruh sunyi yang membangkitkan seluruh mimpi
rona kota
jam berapa, kawanku bertanya lagi
memandang sungai martapura yang tak pernah diam
mengaruskan anganangannya
inikah kotaku, katanya lagi
aku tak pernah menggali jawabnya
sebab akulah ruh sunyi itu
menjaga setiap ada yang terjaga

banjarmasin, 1976


Doa Sungai

sungaiku sungai darahku
darahku
luka
lukaku
cuka
karena dosa darahku
luka
karena dosa
lukaku cuka
lukaku Kau pun luka
cukaku Kau pun cuka
alirsungaiku alir perihduka
Mu
maka kusungaikan doaku
ke muara kasih
Mu

banjarmasin, 1977


Maha Duka

kusayapkan rinduku
lalu
kuterbangkan ke cakrawala
karena kau menungguku
di sana

tibatiba hujan meluruhkan bulubulunya

aku pun jatuh
persis di hadapan
mahadukamu

banjarmasin,1977

edisi 15

Saat Sunyi Aku Pun Luruh

Guqinmukah di tengah turunnya salju
memekarkan meihwa
angin Gobi menghembuskan semerbak
sampai kemari
saat aku kehilangan jejak mencarimu, Sui Lan
lalu aku bangun Lan San
agar aku dapat mendaki kepuncak
di mana aku dapat melihat wajahmu dengan jelas

engkaukah yang diliput duka
sehingga dawaimu sedemikian mengagetkan
kepak Hong yang terbang ke awanawan

betapa risauku
manakala harapan yang kupintal
kusut di tengah jalan
inilah risalahku
yang kusajakkan
ketika Guqinmu selalu memekarkan meihwaku

banjarbaru,1977

Gobi : nama gurun di Cina
Guqin : sejenis sitar/kecapi
meihwa : bunga musim salju
Lan San : nama gunung
Hong : nama burung


Dalam Tawa Ada Duka

mengapa aku tak menjawab pertanyaanmu
ilusi hanya melihat apa yang paling jauh
karena kebenaran
sesungguhnya masih ada hakikat kesadaran
membuka rahasia yang tersembunyi
di balik akalpikiran
paling bijak masuklah
kerenung diri sampai jauh ke dalam
di sanalah ada jawabnya

banjarmasin,1977


Risalah Perjalanan

aku musafir dalam lubukhatimu
karena dalam diammu
seperti halnya menghitung bintang di langit
agar aku dapat melihat hakikat dahagaku
wahai berilah aku anggur duka
agar lunas s’luruh letihku
jika aku masuk dalam persembunyianmu
duhai begitu nikmatnya ajal tiba

banjarmasin, 1977


Kabarkan Padaku

kabarkan padaku
beban rahasiamu
sepiala anggur bagai gelora laut
menenggelamkan diriku
aku mabuk
dalam wajahmu

harihariku siasia
memikul beban derita
seperti tak ada airmata tangis
wahai kabarkan padaku
yang ada dijagat

langit tak ada bintang, atau bulan
atau matahari
hanya tempat merenung kegelapan

kabarkan padaku
beban rahasiamu
agar terbebas aku
dari dukalara dunia ini

banjarbaru, 1978

edisi 16

Senja Usai Aku Pun Asing

tidak seperti biasa kau bawa aku
menyusuri sebuah ruang manakala hutan pinus
desisnya menyiapkan kelam
tibatiba aku merasa ada yang hilang dari diriku
sangat kurasakan
aku tidak dapat lagi memahami mengapa begitu cepat matahari meninggalkan kota ini
dengan memberi warna lain
aku mencoba menahan keseimbangan
barangkali aku harus pandai menerjemahkan catatan
suatu malam
sampai kau hilang dari pandangan

banjarbaru,1978


Kau Ada Di Sana

senja
jangan cepat
kau
gemawankan
langit ini
agar
pinus
mengantarkan
aku
kesebuah
derai
yang
jauh
rintihkanlah
hai angin
seperti rinduku
pada
Kau

banjarbaru,1978


Hujan Begitu Tajam

wajahmu seketika jadi luka
dan traffic light memucat
karena bergegas menangkap cahaya
yang nyaris lepas dari sumbunya
dan percakapan kita pun terhenti
menatap bayangan kita sendiri
yang rontok di meja cafe
tinggal separoh piala
apakah dapat menyelesaikan akhir dari
percakapan kita
sepanjang garis lukamu mengalir sepi
pinus di seberang sana kaku dan menjerit tiada henti
kupunguti liriklirikku yang menggigil ditebar angin
yang melayang di sekujur tubuhmu
aku mencoba merangkainya kembali
sebab aku telah tiada sangsi

banjarbaru, 1978


Inkarnasi Buat Sang Kekasih

di rakit tujuh batang pisang tujuh tiang tebu merah berlangitlangit kain kuning di ruh sungai mengalir
lengkaplah sudah tapaku tujuh purnama
dan dalam janji wangsit
telah kutambatkan di ulak banyumu
maka berbuihlah hai buih
cahaya bulan pengiring setanggi

tujuh kuntum nagasari di taman sukma sejati
kupetik atas nama tutus candi
maka berujudlah hai putri buih anak babangsa

di kukus dupa bersemayam hati yang rindang
akulah bujang pilihan titis ruh sukmaraga dan patmaraga
yang bangkit dari lubuk badangsanak
dalam lemakmanis minyaklikatbaburih
mari kekasih kita turaikan segala rindu

banjarbaru,1979

**
putri buih (putri junjung buih), sukmaraga dan
patmaraga dalam legenda rakyat banjar
(kalsael).

edisi 17

Bagaimana Tidak

kau sengaja menyimpan risau ini
agar suaramu tidak bergetar
tapi bagaimana tidak angin masih juga
menggedorgedor hatimu tak henti
hingga bagai sebuah nyanyi opera
kau begitu waswas memasuki gerbang musim
karena cuaca sering tak menentu
dan bagaimana tidak hutanhutan gundul terlantar
rumahrumah bertumbuhan tak teratur
sampahsampah berserakan membuntui sungai
pepohonan ditepian ditebang semenamena
bagaimana tidak terjadi banjir, tanah longsor,
pasang bandang, sawah rusak, penyakit menular
dan banyak malapetaka lainnya
bagaimana tidak hatimu begitu risau
sesungguhnya antara kau dan manusia tak
terpisahkan
bagaimana tidak kau adalah rahmat
manusia cuma bisa meratap tetapi tidak pernah
mau berpikir mengapa terjadi malapetaka
inilah bagaimana tidak hatimu begitu risau
begitu melangkah kegerbang musim

banjarbaru, 1979


Bangunan Sekolah

setiap pagi minggu
anakanakku mengajak ke bangunan sekolahnya
yang baru dibangun
dengan sorot matamentari membias wajahwajah
patria
mereka berharap cepat selesai agar dapat belajar
untuk menyongsong masadepan
aku sangat bangga ketika mereka menyatakan
betapa besar cinta mereka terhadap negeri ini
tapi di balik itu aku bagai disayat sembilu
konstruksi bangunan, penyediaan sarana dan prasarana sekolah ini
apakah dapat mewujudkan citacita mereka
karena biaya pendidikan teramat mahal
dan pelaku pendidikan masih mencaricari sistem
anakanakku masih menatap bangunan sekolahnya
dengan matamentari dan wajahwajahpatria

banjarbaru,1979


Penarik Becak

orang tua itu duduk dalam becaknya
ia menyembunyikan demam di balik mantelnya
sudah setengah hari ini tak ada tumpangan
hujan masih juga mengguyur kota ini

ia membujuk hatinya yang risau
ia harus bertahan
pagi tadi ia sarapan bersama anakanaknya
sepiring singkong pakai sambel
ia memandang jauh menerobos tiraitirai hujan
entah berapa ratusribu kilometer jalan dan lorong
di kota ini sudah dijalaninya
keringatnya mengucur deras
kucuran keringat ini berharap dapat mewujudkan
citacita anakanaknya

ia bersyukur dan bangga anakanaknya
rajin sekolah dan agama sebagai landasan berpijaknya
inilah yang menghibur hatinya dan selalu bersemangat
untuk membiayai anakanaknya sekolah
di zaman seperti ini biaya pendidikan sangatlah mahal
sudah berapa bulan anaknya menonggak uang sekolah
dan kemarin ia terima surat peringatan terakhir
sepatu anakanaknya sudah bolong
juga pakaian seragam sudah mulai lusuh
sementara ini belum bisa membelikannya yang baru
ia tidak bisa minta tolong kepada siapasiapa kecuali
kepada tuhan
ia berdoa agar hujan cepat selesai

agar tumpangan bisa ia antar
orang tua itu mulai menghimpun seluruh kekuatan
dan semangatnya ketika hujan mulai reda
semoga hari yang masih tersisa ini
dapat melunasi harapannya

wajah orang tua itu diwarnai bianglala
terus mengayuh seakan tiada henti
menembus mega sampai gemawan itu turun
dengan mengucapkan hormat dan salam takjim padanya

banjarbaru,1979


Malam Hening

lilin merah berkalikali dipadamkan angin
entah apa setiap kunyalakan
aku ingin dekat denganMu

dedaunan pinus berdesir
kusembunyikan degup jantungku
dalam hamparan sajadahMu

setiap untai zikir
sukma sejatiku
tak letih menungguMu

banjarbaru,1979

edisi 18

Epitaf

Seorang pengemis sedang sekarat di gubuk kumuh
mengumpulkan tenaga terakhir menyapa tamunya :
Hai penyair mengapa kau ke sini
Penyair itu menjawab :
Aku lapar maka aku mencarimu
Pengemis itu mencoba tersenyum, lalu
bertanya lagi :
Sepertinya kau habis menempuh perjalanan jauh
Iya aku sangat haus maka aku mencarimu
Wajah pengemis itu berseri, katanya lagi
Adakah di sini bisa melunasi keinginanmu
Penyair itu menjawab dengan hati lapang :
Aku telah mencari kemanamana tapi tak bersua
malah aku tersesat kesebuah pesta meriah
Pengemis itu kemudian diam abadi
senyumnya lebih dari merkah bunga kemboja
dan semerbak kemanamana

Dan penyair itu menulis sebuah epitaf
tentang betapa agungnya tuhan di sini

banjarbaru, 1979


Serunai

di atas jembatan antasari
tibatiba serunai menghanyutkan aku
ke sungai martapura dan tenggelam ke dasarnya

datunini di sini telah menjadi legenda
karena anakcucu tak pernah lagi merisalahkan
adat pusaka dalam kehidupan banua babangsa

serunai terus mengalun sampai ke rerumpun ilung
yang gelisah dan terbatabata di tengahtengah
ratik arus zaman
di antara gemerlap lampulampu merkuri di tepian
aku merindukan kelapkelip pelita di lantinglanting
mengapung menyentuh kalbu

banjarbaru, 1980

* datunini : nenek moyang
ilung : enceng gondok
ratik : sampah
lanting : rumah terapung/rumah di atas sungai


Renjana

jangan ada rahasia lagi
desau pinus itu
selalu membawaku ke sana
dan berulangkali debar
tak mampu menyimpan namamu dalam lipatan

maka jangan ada rahasia lagi
mengapa aku teramat letih
ketika puput itu membawa pergi tangisan kecil
dan aku begitu tolol
kehilangan jejak dalam diriku sendiri

aku belajar memahami tebaran mega
dan dalam katupan mata menatap kelopak usia
yang rontok di kaki senja
sesampainya di sana aku berkaca dalam rindu
membuka jendela rahasia

banjarbaru,1980

edisi 19

Simbangan Burung Laut

biar angin sekencangkencangnya
menyapu wajah laut bergelombang
biar pantai menceritakan dukanya
sebab akulah burung laut
yang mengabarkan ke jagatjagat
gelombangdemigelombang adalah
debur dalam jiwaku
kakiku berbuihbuih
merajah rinduku di pasirpasir
aku menari sendiri
agar aku tiada mengenal lagi masasilamku
mengantung pada tebingtebingbatu
maka bersenjalah semesta
kurindukan matahari menjadi segumpal darah
mengalir dilazuardi langit dan laut
perahuperahu nelayan telah lama menepi
batubatukarang telah menjadi arca sunyi
“ tiada letih hatiku merindu
rindulah badan harapan tak sampai
apalah artinya lama menunggu
airmata pun jatuhlah berderai “
katakan pada angin : akulah laut
katakan pada laut : akulah gelombang
katakan pada gelombang : akulah pantai
katakan pada pantai : akulah pasir
katakan pada pasir : akulah buih
katakan pada buih : akulah rajah yang merindu matahari
katakan pada matahari : akulah burung

yang menari membusur langit
yang menari menghembus angin
dukaku duka pantai
dukaku duka perahu
dukaku duka karang
dukaku duka merindu
duka segumpal darah yang mengalir dalam jiwaku
“ tak gelombang tak laut
tak laut tak pantai
simbang oi, simanggu kacil
manyaru
kasih jangan bacarai “
simbang oi,
atas nama cinta
arung pada di masyrik
arung pada di magrib
arung pada di paksina
arung pada di daksina
simbang oi,

banjarbaru,1980

** simanggu kacil : nama gamelan banjar sekarang
berada di Museum Pusat
Jakarta sedang pasangannya
yaitu simanggu basar berada di
museum Lambung Mangkurat
Banjarbaru
manyaru : memanggil
bacarai : bercerai


Di Atas Sajadah

hidup tak lebih meraut layanglayang
dan menerbangkannya ke angkasa
angin dan hujan dan panas dan awan
adalah rajah nasib di tangan
laut dan lembah dan rimba dan gunung
adalah kubur bila ajal tiba
tapi ya tuhan beri aku kesempatan
meraut namamu dan menerbangkannya
jauh ke dalam diriku
dan ajalkanlah bila sampai di arasymu

banjarbaru, 1980


Gurindam Buat Sang Kekasih

aku adalah bahtera
maka beri aku laut

kau adalah pantai
maka kuberi kau ombak

aku adalah nakhoda
maka beri aku kemudi

kau adalah dermaga
maka kuberi kau sauh

jika bahtera merapat ke dermaga
pintaku jangan kau ajalkan rinduku

banjarbaru,1981

edisi 20

Nalam Di Atas Danau

kutambatkan disinar rembulan
membiarkan sampan kecilku mengapung dalam cumbu ombak di tengah danau
dengarlah kadundangbathinku
secupak nira hanyutkan jiwamerindu

jangan kau biarkan dirimu terkurung dalam bulan
bukalah jendelapurnama atas nama cinta
uraikan rambutperakmu seluruh kasih
langit telah kering mengucurkan airmatamu
daundaun pinus telah basah mendesirkan isakmu

kutenggelamkan sudah masasilamku
berabadabad ekstase jiwa di tebingtebingbatu
setiap purnama seteguk nira pengobat rindu
mengapung di kuntum wajahmu
mari kadundangkan nalam kita
risalah percintaan kembara bersama angin

jangan sekejap pun wajahmu disaput awan
jangan ada bintang sembunyikan berlian matamu
menarilah putri rembulan
menarilah dalam gaun pengantin
gunung dan rimba telah lama ditinggal penghuninya
seperti juga bathinku
menarilah dengan segenap cinta
di atas jiwa mengombak

biarkan aku surup dalam mantra tarimu
biarkan aku halimun dalam mantra gaunmu
agar bumi kenduri di mana aku bersemayam
ditujuh lapis mekarnya rindu
ditujuh lapis wanginya wajahmu
melupa segala dendam sunyi
melupa segala dendam asap setanggi


banjarbaru,1981


Sekuntum Pagi

malam mana yang tak melunaskan
perjalanan panjangmu
sehingga mimpi memburumu sampai ke batas risau
begitu bimbang jejakmu di tengah angin
menafsir gugusan bintangbintang
tapi dengarlah
burungburung tak pernah mengenal musim berkicau
senantiasa mengekalkan riwayat kerinduan
pun embun tiada pernah menyangsikan tetes
di setiap ujung jiwa yang sunyi
nun di timur
di balik sutra halimun
lihatlah fajar memekarkan kuntumku
di atas bumi yang membangkitkan tidurnya
maka basuhlah risaumu dalam wangiku
agar mimpi tiada menggelisahkan rindumu
pada malammalam sajakmu

banjarbaru,1981


Saat Fajar Pun Rimbun

selamat pagi, Banjarbaru
telah kupelajari kicau burungburungmu
telah kupelajari embunmu di rerumputan lapangan murjani
dan anggun pepohonan pinusmu
tata kotamu yang membangkitkan gairah metrofolis
bagi wargamu
terima kasih fajar telah kau rimbunkan
memekarkan kuntumkuntum desemberku
begitu mewangi riwayat kelahiranku
selamat pagi, Banjarbaru kotaku sayang

banjarbaru,1982


Ekstasi Tanah Huma

hutanrimba pada meragai
muakkalmuakkal gelisah
munggah ke guagua tak berhuni
ingui kaririang di kayu lapuk
padang meranggas ilalang
satwa pada melata

tugaltugal tak jadi
humbut bangkala jadi makanan
akar bergantung jadi minuman
sanghiyang tak bisa lagi menangis
karena habis sudah airmata

nun siapa menghentak kurungkurung
menyipat gununggunung sampai ke lembahlembah
di lenganlengan barasuk gelang baw
basasaru ditandik balian
agar tanah huma terjaga dari ekstasinya

banjarbaru,1982

edisi 21

Ruh Puisi

Aku menyelinap ke sebuah rumah sakit jiwa
Dan membaur dengan pasien
Seorang dokter berkata dalam hatinya :
Kenapa yang satu ini gilanya semakin gila

Pada suatu saat
Aku tersesat di atas kertas kerja seorang
cendikiawan
Ia berkata :
Gilamu tak mungkin disembuhkan
Kecuali melalui perenungan
Maka lahirlah sebuah pemikiran
Seperti apa katahatimu

Tetapi penyakit gilaku kambuh kembali
Ketika merasuki jiwa sang penyair
Yang sedang menatap kehidupan semesta ini

Banjarbaru, 1983


Tabir Rahasia Kehidupan

Aku berada pada suatu majelis pengajian
Tentang keagungan tuhan
Dan manusia yang dimuliakan tuhan
Aku sering berkhotbah dimasjidmasjid
Airmata mereka berlinangan
Tersentuh pilihan bahasaku yang indahindah
Suatu hari seorang murid bertanya kepadaku
Mengapa aku menangis
Bagaimana aku tidak kan menangis
Selama ini aku abai terhadap matahatiku
Akhirnya menjadi buta
Kedua mataku ini lebih banyak menatap semesta ini
Kujelaskan masalahku
Aku punya adik seorang penyabung ayam
Ketika beduk berbunyi ia selalu membawa ayamnya
Ia tak pernah menuruti nasihatku
Yang membikin aku risau ia cuma menundukkan wajahnya
Karena penasaran kuintip dia
Kemana pergi membawa ayamnya ketika beduk berbunyi
Di tengah hutan di letakkannya ayamnya
Kemudian ia menghampar sajadahnya
Seketika itu aku melihat ia sembahyang di Masjidil haram

Banjarbaru,1983

Orang Gila

Allahuma Labaika
Berjutajuta manusia dari penjuru dunia
Dalam gemuruh tawaf itu
Di antaranya ada seorang anak muda sederhana
dengan rasa tulus dan bibir bergetar :
Ya Allah, terimalah aku yang papa ini

.
Aku datang memenuhi panggilanMu, ya Allah

Setelah selesai menunaikan ibadah haji
Pulanglah ke negeri masingmasing
Islam sangat menghargai hakikat silaturrahmi
Maka orangorang akan saling berkunjung
Tak ketinggalan anak muda itu dikunjungi
bagi mereka yang telah bersilaturrahmi ketika
di Mekah

Orangorang sekampungnya pada terheranheran
terhadap anak muda itu yang selama ini disangka orang gila

Setelah kejadian itu berbondonglah orang
dari segenap kampung dan kota datang berziarah padanya
Dan gubuk orang gila itu berubah menjadi rumah
tempat majelistaklim penuh pengunjungnya
terutama anakanak muda

Banjarbaru, 1984

edisi 22

Lailatulkadar

Siapa yang memiliki satu bulan seribu bulan
Di malam gasal bulan ramadhan ketika turunnya
wahyu Tuhan
Tuhan menjawab : Tak ada yang kuberikan pada
siapa pun kecuali pada orang yang beramal
kebaikan di malam kemuliaanku ini
Bahkan akan kulipat gandakan pahalanya

Ketika seribu bulan itu dikembalikan ke arasy
Orangorang itu masih juga menadahkan tangannya
Tibatiba arasy itu bergoncang
Tuhan berkata : Kenapa kamu yang datang kepadaku
Seharusnya akulah yang datang kepadamu
Sebab aku mencintai orangorang yang shaleh

Orangorang itu pun menangis
Tuhan kembali berkata :
Kuperintahkan malaikat kembali menabur
seribu bulan itu ke langit
Sebab aku mahakasih bagi mereka yang bertobat
dari jalan yang tidak kuredhoi

Banjarbaru,1984


Kata Hati

Kumasuki matamu yang menatapku
Ada satu pikiran yang menyala
Di tangan samasama membuka kunci
Sudahlah, tinggalkan yang sudahsudah

Menyusun sirih bertemu urat
Susunlah tujuh lembar yang dipetik
Terpisah janganlah terpisah ujungujungnya
Bertemu katahati bertemu dalam janji
Tapi janganlah dibuang tangkaitangkainya
Pengikat hati janganlah putus

Jika luruh kembang kemuning
Luruh sekuntum di tangan tiada kan sampai
Petikan kembang melati
Ruhui kehendak ruhui di dalam hati
Jika telah menghampar di pembaringan
Tiada kan hilang yang kita cari

Terangkai sudah
Semisal tidak terangkai di dalam mimpi
Percikkan air bunga rampai pada mautku

Banjarbaru,1984


Dalam Angka Angka

Apakah aku akan menjadi ular
Melata dalam hatimu, tidak akan
Itulah sebabnya mengapa aku mengatakan perihalku
Kau datang mengutakatik bilangan
Dari kecil sampai yang paling besar, kemudian pergi
Seperti dadu dalam mangkok berputar
Suaramu menjadikan debaran
Tetapi begitu diam ujudmu kembali ke dasarnya
Sebuah kerucut di atas kotak
Di dalamnya muslihatmuslihat hitunganmu
Maka diamdiam kuciptakan rumusrumus dalam diriku
Agar aku tidak lagi terperangkap
Nah, apa yang aku cemaskan, tidak akan
Sebab kau sematamata permainan dunia
dalam kehidupan penuh dusta

Banjarbaru,1985


Katakan Padaku

Sedemikian perihalmukah
Sehingga menatap sungai berlamalama
di ujung lanting
Sampai matahari membangkitkan seluruh cahayanya dari kaki langit
Katakan padaku
Sebab akulah sungai dan kau alirnya
Ilung dan ratik telah lama mendendangkan nyanyian sunyi di hati kita
Maka jangan lamalama di ujung lanting
Sebab akulah sampan dan kau kayuhnya
Yang akan membawamu sampai ke muara
Dan berkayuhlah
Besar benar hasratku mendengar bisikan halus kayuhmu
Sebab kita yang menyatu dalam ombakombak rindu

Banjarbaru, 1985

edisi 23

Musik Batu Kolam

Orang itu duduk di pinggir kolam pada sebuah taman bunga,
menatap permukaan kolam , wajahnya diliput duka
Dilemparkannya sebuah batu ketengah kolam

Wajahnya merona senyum ketika air beriak dengan buihbuih memutih
Bungabunga juga melukis senyum mendengarnya
Dilemparkannya kembali sebuah batu
Wajahnya tambah merona senyum dengan tarikan napas panjang

Air memercik melahirkan ombakombak berlomba menepi
dan buihbuih membentuk kapalkapal kecil
Tibatiba kuncup bunga yang tak sempat mekar bermekaran mendengarnya
Kembali dilemparkannya sebatu duabatu tigabatu

Wahai angin sepoi menari bersama bungabunga
Jatuhan batu di permukaan kolam itu menjadi ajang ketakjuban

Entah berapa batu sudah
Wajahnya kini berbungabunga

Banjarbaru,1985


Fatamorgana

Seseorang bertanya padaku :
Apa yang kau renungkan berlamalama menatap permukaan air itu,
tidakkah kau nikmati pemandangan alam di sekitar kita ini
Aku menjawab : Aku tiada tertarik sedikit pun melihat
jasad, ia adalah semata permainan dunia
Seseorang itu berkata : Aku ini mungkin termasuk
orang yang paling tolol, tiada masuk apa yang kau
katakan
Aku berkata : Tiadakah kau lihat di permukaan air itu
Orang itu menatap permukaan air : fatamorgana
Aku berkata : Jangan kau lihat dengan akal akan tetapi
lihatlah dengan matahati, maka di situlah asalnya
Orang itu bertanya : Apakah itu ruh
Aku tak menjawab, kucelupkan tanganku ke air, maka
permukaan itu berombak
Orang itu takjub melihat dirinya di permukaan air itu

Banjarbaru, 1985


Nikmat Dalam Tawa dan Ratap
( orang menyangka aku ini gila )

Wahai malam hening
Tenggelamkan aku ke dasar heningmu
Biarkan aku lelap lantaran aku sangat mencintaiNya
Lantaran cinta aku dendam rindu padaNya

Tiadalah nyenyak tidurku
Tiadalah selera makan minumku
Karena tak lunaslunas jua merindu

Sajadahku basah oleh airmataku
Denyut jantungku luluh dalam zikirku

Wahai malam hening, lebih ke dasar lagi
Karena aku nikmat dalam tawa dan ratapku

Banjarbaru,1985


Tamu Mubalig

Kupikir siapakah gerangan mengetuk pintu
Matahari sudah tiba waktunya terbenam
Ternyata seorang tamu
Kuhampar sajadah

Seingatku baru kali ini bertemu
Begitu lancar ia membentangankan pencarian diri
Tentang tuhan
Tentang dunia dan akhirat
Dan entah apa lagi
Sepertinya aku harus menjadi pendengar yang baik

Mungkin ia cape lalu diam sejenak
Tibatiba ia terperanjat ketika aku bertanya
Saudaraku, adakah kau ucapkan salam
Ketika aku membukakan pintu

Banjarbaru, 1986

edisi 24

Percakapan kecil

Sebab inilah percakapan kecil kupikir
Saudaraku itu memaparkan tentang tiang agama
Maka utama sekali sembahyang
dan hukumnya wajib
Kemudian tentang bagaimana itu surga

Saudaraku itu tercengang ketika mendengar perkataanku :
Sembahyang bagiku urutan kedua
Dan lebih tercengang lagi mendengar perkataanku :
Tolong ajari aku bagaimana membuka kunci surga

Banjarbaru,1986


Naik Haji

Guruku berkata padaku :
Jika kau belum mampu jangan kau paksakan naik haji
Semisal kau berniat naik haji dan telah menyediakan biayanya,
tetapi biaya itu kau sedekahkan pada seseorang yang sangat sengsara,
Allah akan memperhatikan niatmu itu
Allah tidak akan memperhatikan haji kamu yang kedua
bila di sekitarmu banyak pakirmiskin
Seterusnya guruku berkata padaku :
Ada seseorang tiada punya uang namun berkalikali naik haji
karena cinta Allah
Nah, pelajari itu

Banjarbaru, 1986


Mereka Akan Tiada Berguna

egitu arif guruku menjawab pertanyaanku :
Selama hatimu tak ada sakwasangka dan demi Allah
Jadilah musafir seperti apa yang diuraikan filosof itu
Jadilah pelaut seperti petunjuk pujangga itu
Petik dan makanlah buah puisi yang ditanam penyair itu
Kembali aku bertanya, guruku menjawab :
Kaki filosof itu akan lumpuh dan tiada berguna,
karena ia sendiri tiada pernah menjadi musafir
Dan pujangga itu akan tenggelam ke dasar lautan
karena ia sendiri berpurapura menjadi pelaut
Biarkan penyair itu terkubur dalam puisi yang ditanamnya
karena ia sendiri tak pernah merasakan pahit getir
atau manisnya buah puisinya itu
Sekali lagi guruku menjawab pertanyaanku :
Lebih celaka lagi bagi pengkhotbah yang munafik
Ia mati selagi ia hidup

Banjarbaru, 1986


Sajak Kembang Mawar

Bukan embun yang menetes di ujung kelopakku
Melainkan airmataku
Tak habis fajar membasuh sisa malamku
Wangiku bersama angin berlari ke dalam kabut
Tak mampu bagaimana menyembunyikan duka

Duhai tubuhku lembardemilembar jatuh
Di bumi yang dingin dan sunyi
Tapi aku berharap rinduku yang tertinggal
di desember ini masih mekar di hatimu
Sewaktu januari pelan muncul di ufuk timur

Banjarbaru,1986

edisi 25

Mata Hati

Apa yang kau harapkan pada kasatmatamu dalam gelap
selain merabaraba atau menghentikan langkahmu

Suatu kali aku menjadi tamu pada sahabatku, kuketuk pintu,
kuucapkan salam. “ ( Ia membalas dan menyebut namaku ),
masuklah pintu tak berkunci “. Kami berbincangbincang
Aku menjadi tamu lagi, dengan langkah pelan, kuketuk pintu,
aku tak mengucapkan salam. “ ( Ia menyebut namaku),
masuklah pintu tak berkunci “. Kami berbincangbincang
seperti biasanya.
Aku bertamu lagi kali ini kakiku tak beralas
sehingga tak bersuara sedikit pun dan sangat pelan pintu kuketuk.
“ (Ia menyebut namaku ), masuklah pintu tak berkunci “.
Banyak yang kami percakapkan.
Lama kami tak bertemu, aku kangen padanya.
Ketika sampai di muka beranda belum lagi naik
( pintu tertutup ) dari dalam sudah ada suara : “
( Menyebut namaku ), kemana saja lama tak bertandang,
masuklah dorong saja pintunya “. Subhanallah
Sahabat tunanetraku duduk di ruang tamu siap dua cangkir kopi.

Banjarbaru,1987


Sekuntum Senyum

Sedikit pun aku tiada tertarik secangkir anggur
apa lagi menyentuhnya
Mengapa aku diamdiam memetik sekuntum senyum yang kau mekarkan
Agar cintaku tak pernah tenang
Selalu meronta agar lepas dari sangkar hatiku
Bebas di cakrawala rindu
Dan tetirah dalam tidurku
Begitu wangimu semerbak dalam mimpi yang panjang

Banjarbaru,1987


Pelagu Sunyi

Setiap aku kesini selalu ada nyanyian
Aku tak ada minat sedikit pun untuk mendengarkannya
Itulah sebabnya mengapa aku bersunyisunyi
Tetapi entah kenapa setiap aku tenggelam dalam kesunyian
dan lebih ke dalam lagi
Nyanyian itu mengikuti bahkan sampai ke dasar
Bagaimana tidak akan kusampaikan katakata yang paling lembut
agar paham apa yang kumaksud
Tapi entah apa bibirku tak mampu melakukan itu
Hatiku berkata : Wahai siapa gerangan dikau yang menjadikan aku
sedemikian terusik
Ternyata hatiku sendiri yang menjawab :
Aku si pelagu sunyi yang paling malang
karena menistakan cintanya sendiri

Banjarbaru,1987


Arakan Kereta Naga

Aku merindukan arakan kereta naga kencana
Membawa pengantin sedang bersanding
Lengkap dikawal perjurit tantayungan
Inilah arakan pengantin banjar yang telah lenyap
ditelan zaman
Dan orangorang tak pernah berniat membangkitkan kembali
arakan kereta naga kencana itu
Karena hati mereka dibutakan kesilauan zaman kini
dan mereka telah melupakan adat pusaka
dan senibudayanya sendiri , sungguh malang

“ Inilah keajaiban arakan kereta naga kencana
Menjelma seperti seekor naga yang hidup
Matanya merah seperti bola api dan mulutnya menyembur api,
kepalanya tegak menatap sungai
Lalu berlari akan terjun ke sungai itu
sambil bersemburan api menyalanyala
Mandau pun membacok pipi kanan naga itu
sehingga berdarah
Naga itu pun seketika kembali ke ujud asalnya “

Banjarbaru,1987


Burungku

Bagaimana aku bisa mengambil burungku
Yang menatapku sepertinya bukan mata si jelita
melainkan mata burungku :
Jangan kau bawa, biarkan dia bersamaku
Duhai kicaunya tidak seperti biasa seriang ini
bahkanbegitu manja
Dia terbang bersama si jelita membubung tinggi
menembus awan, susulmenyusul, berputarputar di langit biru,
lalu mengembangkan sayapnya di sinar mentari
Tibatiba wahai menukik ke dalam hatiku
Membusur bianglala dengan warnawarna cemerlang di dinding hatiku Selagi aku takjub, tahutahu sudah bertengger di bahu kanankiriku

Banjarbaru, 1988

edisi 26

Ketika Di Malioboro

Kau menatapku
Dengan seribu kata
Hatiku tak berkunci
Kau buka
Sepanjang Kali Urang
Desah napas
Memburu

Adalah dara berkidung
Mengepulkan asap sekaten
Merajut angkaangka balungan
Tak terasa selembar lagi
Usiaku jatuh

Malioboro
Selangkah kali ini
Harus kuperhitungkan

Yogya, 92


Orchestra Suite Suatu Malam

Di bawah mercuri di mana kau diamdiam
melepaskan kancing bajuku
ketika aku tak sempat menangkap kelepak
gender di street corner cafe

Kau bisikkan sesuatu
Aku jatuh dalam dekapan gadis Italia di Aljir
dan terkapar di pinggul malioboro
lalu melenggang pergi

Malam ini aku teramat rindu
kucari dikau di rambut violins letizia yang tergerai
aku gypsy yang paling tolol
Aku ada di sini cello Yudith menggoda
Viola Jennifer, bass Agung, Flute Hendrikus
clarinet Sander Van der Loo, French horn Sabina Roschy
bassoon Jeremy, riuh gelak tertawa

Aku sakit hati dan cemburu memang
ketika trompet Btuno Messina membentakku
Ketika biola Annika Berscheid dalam pelukannya
Kau putra Indonesia Edward Van Ness menghibur

Aku ingin mengecup bibirmu
Aku ingin menjilati matamu
Aku ingin masuk kembali ke rahimmu
Aku ingin lahir kembali
Pada diriku

Yogya, 92


Tetirah

Dan buah para berjentikan
Ingui kaririang
Siul angin perbukitan
Lenguh panjang kayu halaban
Kecipak tepi kali
Sarat kehidupan pedukuhan
Dan gadisgadis
Bernyanyi ke pancuran
Membasuh mimpi

Adalah sekawanan burung
Di tengah nyala damar
Di mana tetirah
Mencium bumi
Lembut atar sampai ke mari

Banjarbaru, 1995


Pesta Roh

Sudah di puncak
Mari
Hanya berbatas kabut tipis
Desah maritam

Di lembah
Di gigir bukit
Uap batubara
Membangkitkan rohroh
Yang lelap

Asap cendana
Menggerai rambut malam
Aku jadi roh
Roh kembang duren
Roh bocah lapar
Roh rumput
Roh embun

Adalah satu di antara roh
Yang amat kukenal
Aku jadi letih
Kau sandarkan di dinding malam
Malam makin kelam

Banjarbaru, 1996

** maritam : sejenis rambutan tumbuh di hutan

edisi 27

Hutan Pinus

Desah siapa
Di pucukpucuk sampai sayup
Menggores langit jadi debar
Rumahrumah batu
Mimpi siapa luruh
Di atasnya bulan tembaga
Melahirkan bayang
Bumi yang rapuh ?

Sepanjang lingkar
Terperangkap dalam puputnya
Lintas kaca jendela
Sosokku mengecil dan lenyap
Entah ke mana

Banjarbaru, 1996


Taman Di Tengah Kota

Ada taman di tengah kota
Sejuta impian siapa
Yang tumbuh di sana
Kota tak pernah diam
Dari pesona

Kota melahirkan
Bocahbocahnya dahaga
Taman adalah ranah
Sejuta bunga

Pesta hari anak se dunia
Bocahbocah melukis
Kota idamannya
Di dinding menara
Ada bocah melukis menara
Yang kehilangan madu lebah
Dari bungabunga
Yang susahpayah ditanamnya

Ada taman di tengah kota
Ada sejumlah impian
Yang tumbuh di sana

Banjarbaru, 1997


Rindu

Siapa yang mengusik wajah bulan
yang lagi asyik mengaca di kolam
Terasa ada selinap jarum melati
menisiknisik lingkaran sunyi

Tiada lagi hanya bakiak alpa
begitu waswas mengetuk bentala
Lalu di dusun manakah singgah
membasuh keringat keriput asa

Usah risik kelepak sayap waktu
dari angkup pepohonan jiwa
Ada tingkap menyimpan duka
HU dalam terikan napasku

Banjarbaru,1997

edisi 28

Kutitipkan Indonesia Padamu

Hari ini adalah tahun kemerdekaan kita
Kutitipkan Indonesia padamu
Basahi tanah ini dengan keringatmu
Karena 350 tahun basah oleh
darah dan airmata nenekmoyangmu

Hari ini adalah tahun kemerdekaan kita
Kutitipkan Indonesia padamu
Kau bukanlah hewan yang digiring
Ke padang perburuan atau
Ke altar pemakaman
Di bawah bendera pusaka
Kita mengenang masa lalu
Dan menyusun langkah hari depan

Hari ini adalah tahun kemerdekaan kita
Kutitipkan Indonesia padamu
Mentalitas yang tinggi dalam jiwamu
Akan menuju negara maju
Ciptakan iptek kendalikan politik
Atas dasar UUD 1945 dan Pancasila

Hari ini adalah tahun kemerdekaan kita
Kutitipkan Indonesia adamu
Sifatsifat penjajah masih ada
Tumbuh di negari kita
Tumpas kikis
dan jangan kau kira penjajah tak ada lagi
Di Bumi ini
Waspadalah penjajah yang paling keji
Adalah penjajah bangsa sendiri

Banjarbaru, 1995


Gita Perjalanan

Kalau bulan begini ke mana arah melangkah
Lalu apa makna gemintang dilarut malam
Cinta yang masih ada tidaklah akan tersisa
Meski pembunuhan bathin mengantar dusta
Jika terdengar ada bisik di ujung sana
Katakan siapa yang menipu mata
Barangkali kutak pandai menghitung hari
Entah berapa perhentian sudah terlampaui
Kini telentang mengenang harihari silam
Manakala kuntum kutabur di pangkuan bumi
Dari larat yang paling pengabisan
Sungguh Tuhan lah yang paling berbudi
Aku kan lahir dalam duabelas langkah diri
Bangkitlah dari tapal batas daratan sunyi
Nun usia di atas lilin pikiran yang putih

Banjarbaru, 1998


Etam Lanskap

Berkatalah ia
Rimba ini telah lama mati
Mahakam sebelumnya tak pernah meluap
Lihat tebing berselingkuh angin
Gemawan gunung batu putih
Lihat kota siapa tenggelam
Oleh keringat si pembelah batu
Di lerenglereng bukit
Dari dentang purba
Sampai rambutnya berasap debu kota
Etam katanya etam ruhruh akar
Di tebingtebing sampai jauh
Dari suarasuara burung
Uap batubara ruh etam
Darah etam minyak bumi lihat
Menguap dari rimba hitam arang
Dari gubuk menidurkan batu putih
Dipecahkan tangan keriput
Akulah buaya tenggarong
Bagai kayu yang hanyut : Etam

Samarinda,1998

*** Etam : kita/kami

edisi 29

Pada Sebuah Taman

an katupan mata menyatakan gairah
bunga yang menyimpan rahasia kekasih
Betapa jeritan kecil dari tiap kuntum
ada tebaran wangi

Dalam bisikan angin burungburung
pada mabuk meluruhkan senja
Luruhlah sepi sampai pada tetes
terakhir kerinduanku

Bila sudah tidak jingga lagi dedaunan
dan bayang pun fana
Aku masih di sini sebab
antara kita tak pernah ada sangsi

Banjarbaru, 1999


Di Perapatan Banjarbaru
Saat Hujan Turun Malam Hari

Tibatiba lampulampu mati
Tibatiba berguguran sepi
Di balik jas hujan ada rindu
Jauh di sudut hati

Jalan beraspal membiarkan
Pelintas berbicara sendiri
Saat berhenti di perapatan ini

Bergegas ke seberang sana
Karena di balik tirai
Ada dusta yang menyiksa

Banjarbaru,1999


Suatu Telaga Akhir Tahun

Seekor belibis terjun ke telaga
Percakapan ini terhenti seketika
Terasa aku tinggal sendiri

Samar caya di daundaun padma
Apa lagi yang bisa kukenang
Bila bulan kehilangan bayang

Kala ikanikan telah menyepi
Siapa antara kita
Yang hilang dalam diri

Jika aku lahir kembali
Isyaratkan di mana riak
Menyimpan mimpi

Banjarbaru,1999/2000