Senin, 14 April 2008






Nyanyian Seribu Burung
Penerbit :
Kelompok Studi Sastra Banjarbaru
Kalimantan Selatan

edisi 1

Aku Berkaca
: r.mawarni

aku berkaca
pada tubuhmu
melahirkan sebuah laut
membawaku terus berlayar
entah sampai ke mana
langit menyembunyikan pantai
pada ribuan ombak dan buihbuih
dan angin membunuh burungburung
aku jadi teramat letih
tapi tak juga kau beri aku dermaga
dalam nafasku

mungkin inilah riwayat
pelayaran terdampar di sini
pada sebuah ajal

Banjarmasin, 1970

Antara Kapal Berlabuh

jangan ada sangsi ketika puput penghabisan
pertanda senja akan membawa kita
ke ombak yang paling jauh
muara tak lagi perbatasan bertolaknya
sebuah kapal yang sarat dengan riwayat
yang kita aksarakan pada sebuah perjalanan
dan burungburung laut melepaskan
kepaknya ke karangkarang ketika
kelam menyempurnakan malam
adalah masasilam yang kita sauhkan
pada alir usia kita sebab
langit tak lagi dapat menyimpan
pandangan mata bila kita akan
menghitung nasib antara kapal
berlabuh dengan pelabuhan
di mana kita menambatkan keyakinan
maka layar telah kita kembangkan
sebab laut adalah sebuah jalan panjang
yang mesti kita tempuh
dan kita tak perlu lagi berpaling

Banjarmasin, 1972

Kendati Hujan Gerimis
: r.sehan.w

kendati hujan gerimis
membenahi senja
kau masih juga memandang
lewat kaca jendela
mengeja bayangbayang

tapi tahukah kau
bahwa sungai telah merisalahkan
rumahrumah lanting
dalam sempurnanya senja
sebab gerimis mengekalkan
luruhnya cakrawala
pada sebuah pandang mata

maka tutuplah jendela
sungai dalam dirimu
akan mulai pasangpindua

Banjarmasin, 1972

edisi 2

Pada Suatu Hari

Berjalanlah ia bersama syairnya
Menuju lembah dan perbukitan
Dengan suatu harapan dan kenangan
Ohai merapatlah cintaku yang berderai

Di suatu senja yang kekanakkanakkan
Jatuhlah hatinya menahan empasan pandang
Daundaun yang gugur dari dahan yang kering
Dihisap panasnya hari

Di antara ketiduran semuanya
Wajah yang penuh terkumpul makna
Ditiupkannya seruling sajaknya
Bagai kapal hendak merapat ke dermaga

Ohai pulanglah anaksianak hilang
Pulanglah dengan segenap cinta
Agar kulihat sinar rembulan
Karena kita satu jiwa
Karena kita leluhur bangsa

Banjarmasin, 1971

Di Bawah Cemara
: kepada YN

Bulan Mei tumbuh dan hidup
Pada hembusan pertama
Kulihat matamu nun jauh
Menembus suara lonceng dunia

Dan pada gema penghabisan
Telah kau capai tempatnya
Taburkanlah benih itu di atasnya
Bagian dari hidup kita dengan tiada sangsi

Tak mengenal musim cemara kita
Mendesir dan membelai penuh cinta
Dan bagai perak di bawah aurora

Kini betapa pun bulan Mei tidur dengan lelap
Tapi ia bangun tiada kasib pada kita waktu pagi
Selagi kita takjub mendengar kicau burungburungnya

Banjarmasin, 1973

Nyanyian Seribu Burung

Dalam padang rimba dunia
Di atas pohon bercabang lima
Ada nyanyian seribu burung
Lagu leluhur mengembang

Indahnya bumiku hijau
Meluncur keretapagi di atasnya
Putihnya putihmuda
Kami terbang di dalamnya

Adakah tetap saja jalannya kereta ini
Adakah tetap saja terbang kami bebas
Kami lihat kami lihat
Musim panas mengombak
Musim hujan mengepak

Mengapa engkau diam
Kubur saja mereka di sini
Di atas tumpukan kenangan
Sebelum petang tiba

Dalam padang rimba dunia
Di atas pohon bercabang lima
Ada nyanyian seribu burung
Ada bayi mati lemas dalam jantung

Banjarmasin, 1972

edisi 3

Perkawinan Kawanku
: abdullah sp

Puisi yang pertama menetes di mana
Kau datang di malam bening mega abadi
Kendati pun saudara seibusebapamu
tak selaras dan meletuskan bedilnya

Ceceran tapaktapak hitam menginjak muka
Tanpa arti perdamaian di ujung penentuan terakhir
tapi dengan sayap kepastian kau ternabg bersama
biar jadi sepasang puntung

Perlahan tapi dengan jemari kemenangan
Mempelai wanita menyingkap dan mengusap
gaun penutup muka
gorden jendela serta salam yang tulus

Langit biru hari pun biru
Puisi kasih sayang dunia kasih sayang
Tak mengapa puisi yang ketiga baginya
Sekarang adalah milik kita bersama

Kuduslah segenap puisimu pengantin
Malam indah malam puisi
Angin pun berembus bagai sutra tanda kelembutan hati
Perkawinan adalah lambang imajinasi sebuah puisi

Banjarmasin, 1972

Ketika Kalender Dirobek

Ketika kalender dirobek
Jam dinding berdentang
Waktu yang meresahkan
Hati yang berkeringat

Ketika kalender dirobek
Langit termangu
Debu beterbangan
Dia tersedu di jejak berlari

Di atas gundukan jeritnya yang rindu
Di atas gundukan tugasnya di bahu
Dia berkata dalam segenap bahasa kesetiaan
Ketika kalender dirobek

Ketika kalender dirobek
Satudemisatu puisiku bergetar
Atas tanggung jawab
Atas pertiwiku yang semakin renta

Banjarmasin, 1972

Tentang sebuah Kehadiran
Tentang Sebuah Kebangkitan
: natal

“Lilin redup, cemara kaku harga diri manusia
dunia tambah gelap, segala yang berlaku
itu yang dimabukkan hirup racun penindasan
di aras kegelapan
gembala hilang piaraan di padang Efrata,
tandus di gawang musim

Dari tudung langit buka luas, memancar turun
sinar perak kudus
hadir berpuluh ratus malaikat dari firdaus
di atas Bethlehem memapah Immanuel
selamat datang engkau Yesus Kristus
kerasulan akhli kitab koyak ngilu nanah hitam
yang menetes beku pada dunia, pada lilinlilinnya
yang dimabukkan
dari arti bulan purnama yang sebenarnya

Lilin, redup, cemara kaku harga diri manusia
Yesus hadiahkan sebuah buka jendela musim
hirup anggur perdamaian abadi, ya Allah
berhentilah kiranya kau menangis bayibayi ummatNya
terang berkilauan dunia tuhan segenap isinya
hanya yang tinggal yang tak mau percaya dan lupa

Gerincing rantai raja yang dikaratkan
Akulah yang menentukan langit dan bumi
Hai engkau sekalian di kakiku
Hai engkau Yahuza ; Ini titahku !
Kuletakkan matapedang di tanganmu
Jadikan lautan merah, di sana aku
Akan berdiri tegak dengan membentangkan sayapku
Dari seantero alam, akulah raja dari sekalian raja “

Demikianlah ya Allah, Tuhanku yang Mahaesa
Mahakudus sekalian alam
malaikatmalaikat berarak bertatah pelangi firmanNya
di dalam taman Getsemani
kesyukuran kami, kesyukuran atas kebangkitan
nabi kami ke langit atas kasihsayangNya
sejahteralah engkau Yesus di di sisi Allah Yang Mahaesa

Malam ini, kami buka kitabMu yang kudus
dalam petibesi yang tependam dari zamankezaman
lalu tangan kami kini terjalin gemetar : Engkaulah Ia
nyanyian natal pun mengembang di antara dentang
lonceng
menyusup di puncak menara hati
O telah kami sambut kabar gembira
kabar keselamatan bagi ummat yang setia

Malam ini, Tuhanku
kami telah mengenal wajah kami dalam kemelut
Malam ini, Tuhanku
kami telah mengenal : Engkaulah Ia
ampunkan kami yang telah berbuat dosadosa :
“ Pada masa itu kamu akan menoleh dan meliha
bedanya orang yang benar dengan orang yang
fasik, antara orang yang berbakti kepada Allah
dengan orang yang tiada berbakti kepadaNya “
Amin.

Banjarmasin, 1970

edisi 4

Malam Idul Fitri

Malam ini malam suci, sahabat
Menguak segala tirai kabut
Di atas lautan taqwa dan takbir di puncak menara hati
O sahabat dari pancaran ayatayat suci Al Quran
Anakanak yatimpiatu, fakirmiskin dan yang mengharapkan cinta
menggenggam syukur, bersyukurlah kita, sahabat
Malam Idul Fitri
bagi seluruh kemanusiaan dan ummat

O sahabat, aku telah mendengarnya
bunyi beduk dan alunan azan
adalah seruan dari gemercik hidayah dan inayahNya
yang dilimpahkan kepada hati yang tulus dan ikhlas
ialah keselamatan dunia dan akhirat
atas segala kesalahan yang saling memaafkan
Minal Aidin Wal Faizin

Idul Fitri hari percintaan yang terbuka lebar
di hadapan ummat manusia, ia yang mengajak
masuk ke dalamnya
di sana, terbentang luas uhuwah islamiyah
embunembun kasihsayang

O sahabat, aku telah melihatnya
jubah islam mengembang
pembawa sinar kebenaran yang paling dalam
di sana, terkandung falsafah hidup manusia
hak dan kewajiban yang sama
mukmin berlayar di lautan hidup yang sejati
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Kita sujud di kakiNya
tangantangan kita menadah, mengetuk pintuNya
dengan hati yang gemetar
memohon ampun atas segala dosadosa
Kita sujud di kakiNya
memanjatkan rindu yang terpahat di dada
malam ini kita merebut hatiNya

Banjarmasin, 1971

Kepada AR.L

Besar benar hasratku agar kau
menarikan sebuah tarian untukku
Jam sebelas, tibatiba kudengar
kau telah berangkat
di mana kini kau diam abadi

Siapa pun akan terkejut dan tak menyangka
Keberangkatanmu semuda itu
Tapi engkau telah berbuat ikhlas

Di mana sesuatu yang masih tertinggal
Di mana engkau menutup layar
Di mana aku bergegas
Jam empat sore

Sekali aku tiba
Panggung itu telah kosong
Hanya tercium wangiwangian
Kembangkembang bogam

Di sana aku masih berdiri
Besar benar hasratku agar kau
Menarikan sebuah tarian untukku

Banjarmasin, 1974

Semenanjung Desir

sepanjang pasir
kaki kita akan cerita tentang cinta ?
camar telah pulang kesarang
batubatu karang sebentar lagi akan
jadi bayangan laut

ingatkah ketika kapal itu akan bertambat
dari arung yang jauh
kita masih menatap gemawan
dan semenanjung itu masih menyimpan ombak ?

sebab kitalah buih
kapal yang mau bertambat
seperti menghitung jarak pelabuhan

kasihku
tak cukup bahasa menafsir sebuah cinta
sebab sebentar lagi kita akan menjadi bayang
setelah matahari meninggalkan kita

Banjarmasin, 1970

edisi 5

Kita Cuma Bayang

kita tidak bisa bicara
karena kita cuma bayang
kota telah menjadi batu
karena kita cuma bayang
selaksa impian selaksa kehendak
dalam zaman api
menjadi abu
karena kita cuma bayang
telunjuk mengacung ke langit
patah di cakrawala
karena kita cuma bayang
kekuasaan bertangan besi
membunuh demokrasi
penguasa kebal hukum
di mejameja parlemen
di kursiskursi birokrasi
di suratsurat sakti
kemunafikan ada di manamana
tapi
apakah kita selalu cuma bayang
ketika negeri tercinta ini
kehilangan makna
harus ada keberanian
menyatakan perang
melawan tirani !

banjarmasin, 1971

Rumah Kecil

rumah kecil pohon bergoyang berlagu duka
pintu dan jendela menghadap matahari terbit
lampu berkedip pada dunia berpaut sempit
bulan kecil tiga beranak di dalamnya

angin menyerahkan diri di gorden jendela
segala berderak bila dibuka
bapa terkapar di kaki malambuta
peluh mengucur sepanjang senyum kota

rumah kecil, rumah kecilku
bila kita cerita tentang esok pagi
betapa kejangnya urat nadi
serta kecilnya langit biru di lorong buntu

segala melaju, segala berlagu
pelabuhan siul pelaut
bapa, ibu kita berpacu
biar kita dirajuk mimpi enggan berpaut

banjarmasin, 1970

Demikian Hari Ini

Merpati putih terbang dalam bianglala
Begitu ringan dan penuh falsafah
Tiap waktu yatimpiatu membelai tubuhnya
Amboi lambang kehidupan

Di balik batubatu cadas sang pemburu mengintai
Dengan bedil hitam di tangan
Tatkala ia mengindapindap
Membekas tapak kakinya di bumi warna merah

Ketika itu yatimpiatu menjalin cinta
Ketika itu merpati asyik bernyanyi
Sebuah peluru menebus jantungnya
Kemudian ia jatuh terkuai

Betapa yatimpiatu meratapi
Merpati dan dirinya yang malang
Sedang pemburu berlalu
Bersama hidup dalam mmpinya

Banjarmasin, 1970

edisi 6

Dia Berjalan

Dia berjalan, tongkat hari retakretak di tangannya
Orangorang terus juga menyibukkan diri
Tak seorang pun ingin tahu
Betapa gerimisnya jalan ini mau kami
Teriak sekuat hati
Tapi suara kami luluh terbentur dinding batu

Apakah esok hari tongkatmu jadi kayu pualam
Menanti dan mengharap
Bagai asbak di atas meja mengkilat
Dan mereka penuh dengan katakata asing
Dalam suatu tempat, semuanya ... benar

Dia terus juga berjalan, berjalan ...
Betapa jauhnya sudah perjalanan
Bukan mimpi atau pun hayalan
Dia sungguh tahu semua ini
Juga catatancatatan kecil kita

Banjarmasin, 1970


Jendela Buka Awal Tahun

Batas malam akhir dan awal tahun ini,
Melepas diri musim berayun
Cakrtawala biru
Bulan bersenyum, di sana bintangbintang
mengerdipkan seluruh rasa
Di bawahnya orangorang pada mabuk memetik
piano,

dansa - ria
Manakala lonceng bergema mematikan seluruh lampu
topengtopeng pun dipasang dalam gelapnya cahaya
Sementara di luar sana wajahwajah rindu menadahkan
tangannya
Batas malam awal tahun
Jalan, kini menantang hidup dan kehidupan
Mari
Laut yang tak tenangtenangnya
Yang mengalunkan segala gelombang
Kita ke sana
Menyerahkan semua harapan
Dan melepas kenangan
Catatan yang berbenah di hati

Selamatlah berpisah,
Selamatlah kami cium atas jabat hati - perkenalan -
Kami adalah lautmu
Kami adalah gelombang yang - menyisir -
Yang ingin tahu diri - pantai -

Banjarmasin, 1970


Nyanyi Sepi Dalam Sunyi
:buat Ibramsyah Barbary

Pertemuan kita di sini sama menatap dan cerita
pada sebuah perjalanan, kau berkata :
disepanjang langkah cuma nafas beku
Lalu kataku :diseret nasib pada jembatan tua dan
pelabuhan tua
Lalu kita samasama bernyanyi : kerangka siapa
yang lukaluka pada pertambatan usia
pada percintaan yang siasia

Kita terus juga bernyanyi sampai malam jadi muram
Dalam bayang kita sendiri dalam bayang berlari
Semata angan menggeletak mati

Akhirnya kita samasama bertanya : nyanyi siapa
yang terasing dari senar jiwa

Lalu kita tertawa, biarlah nyanyian sunyi terus
bernyanyi
tapi kesetiaan terus isi agenda dari falsafah peristiwa hidup
dari kehidupan satu dunia
Mengabadikannya dalam kehidupan kita

Banjarmasin, 1970