Senin, 14 April 2008

edisi 5

Kita Cuma Bayang

kita tidak bisa bicara
karena kita cuma bayang
kota telah menjadi batu
karena kita cuma bayang
selaksa impian selaksa kehendak
dalam zaman api
menjadi abu
karena kita cuma bayang
telunjuk mengacung ke langit
patah di cakrawala
karena kita cuma bayang
kekuasaan bertangan besi
membunuh demokrasi
penguasa kebal hukum
di mejameja parlemen
di kursiskursi birokrasi
di suratsurat sakti
kemunafikan ada di manamana
tapi
apakah kita selalu cuma bayang
ketika negeri tercinta ini
kehilangan makna
harus ada keberanian
menyatakan perang
melawan tirani !

banjarmasin, 1971

Rumah Kecil

rumah kecil pohon bergoyang berlagu duka
pintu dan jendela menghadap matahari terbit
lampu berkedip pada dunia berpaut sempit
bulan kecil tiga beranak di dalamnya

angin menyerahkan diri di gorden jendela
segala berderak bila dibuka
bapa terkapar di kaki malambuta
peluh mengucur sepanjang senyum kota

rumah kecil, rumah kecilku
bila kita cerita tentang esok pagi
betapa kejangnya urat nadi
serta kecilnya langit biru di lorong buntu

segala melaju, segala berlagu
pelabuhan siul pelaut
bapa, ibu kita berpacu
biar kita dirajuk mimpi enggan berpaut

banjarmasin, 1970

Demikian Hari Ini

Merpati putih terbang dalam bianglala
Begitu ringan dan penuh falsafah
Tiap waktu yatimpiatu membelai tubuhnya
Amboi lambang kehidupan

Di balik batubatu cadas sang pemburu mengintai
Dengan bedil hitam di tangan
Tatkala ia mengindapindap
Membekas tapak kakinya di bumi warna merah

Ketika itu yatimpiatu menjalin cinta
Ketika itu merpati asyik bernyanyi
Sebuah peluru menebus jantungnya
Kemudian ia jatuh terkuai

Betapa yatimpiatu meratapi
Merpati dan dirinya yang malang
Sedang pemburu berlalu
Bersama hidup dalam mmpinya

Banjarmasin, 1970

Tidak ada komentar: