Senin, 14 April 2008

edisi 10

Pemakaman Demokrasi
: aksi solidaritas (2)

16 karangan bunga berselempang langit jingga
lagu padamu negeri dan syukur berkumandang
dari lautan hati yang gemuruh
badai selaksa duka
requiem lahir
sepanjang alir airmata
wajahwajah yang luka
tangantangan bersimpuh doa
matahari jelaga

16 karangan bunga berselempang langit jingga
hari ini kami risalahkan
semua padamu negeri tercinta
ia akan bangkit kembali
dan terpahat di dada
hari ini
di tanah pusaka ini
kami telah tiada sangsi
hanya ada satu pilihan
perang melawan tirani !

bjm, 8 Februari 1972


Hidup Diburu
: aksi solidaritas (3)

Hari ini gerimis mulai turun
malam pun mulai kelam
tekad baja erat lekat di dada
dari tugu bundar menapak sepanjang kota
kaki tak pernah gentar membela yang benar

sajaksajak melontarkan kegelisahan
atas ketiadapastian hukum di negari tercinta
lagulaguduka didendangkan

dari kakilangit
Jeep Pol 1312 memuntahkan pasukan perintis
mengepung dari segenap penjuru
tapi laut yang tenang telah kami badaikan
sepanjang khatulistiwa
sepanjang poros bumi yang berputar
dan pasukan itu pun tak bisa berbuat apaapa

gerimis telah menjadi hujan
kami dijebak dalam sebuah bus
ke padang perburuan

bapakbapak jangan kau anggap kami ini
bertendensi anjinganjing politik
sebab politik itu kotor sekali
di sini aspirasi atas persamaan kepentingan
dan kesadaran melihat ketidakpuasan situasi negri tercinta

apalah sebuah seltahanan
apalah pasal 510 kuhp dijeratkan
takkan surut melawan kemunafikan

sungguh wartawan foto yang sejak lama
mengikuti arakarakan perjuangan
filmnya dibredel oleh kepolisian
dan mulut koran di banjarmasin
di kunci dengan surat sakti

hari ini sembilan februari
16 mentari pagi
mengadakan upacara hidmat merahputih
di halaman komres jalan s.parman
orangorang pada tabjub mendengar padamu negeri
mengetuk setiap hatinurani

Banjarmasin, 1972

Kau Kirim Gerimis

tahukah kau kacajendela sejak tadi
tak mampu lagi menyimpan risalah
yang lahir dari desauan angin
sejauh pandang lewat kaca
hanya hurufhuruf yang memantulkan bayangbayang
siapakah lagi yang mampu mengejanya
selain renungan dan perhitungan hari
sepanjang usia
maka masihkah kau kirim gerimis itu
manakala aku mandul bersajak
kehilangan rumusan menyusun katakata apa
untuk belajar memahami sebuah makna
manisku,
ketika kaca jendela ini buram oleh sentuhan
lembar impian yang lepas dari tangkainya
maka masihkah kau kirim gerimis itu
barangkali manisku,
cuma kita berdua menengok ke cakrawala
sejauh pandang lewat kaca jendela

banjarmasin, 1973


Matinya Seorang Maling Ayam

peronda malam dengan perkasa memukul kentongan
disusul dengan kentongankentongan lainnya
kampung itu riuh dengan suara kentongan
campur aduk dengan teriakan : maling maling

orangorang kampung itu bagai serdadu ke medan perang
di tangannya parang pisau pentungan dan kayu
dan entah apa lagi
mengepung tiap jalan dan loronglorong
maling itu terjebak dalam kepungan
panik dan putus asa

orangorang itu beringas dengan teriakan
seperti gemuruh petir di angkara
membacok memukul menendang menghajar
membanting sumpah serapah
tak sempat ada satu jerit yang keluar dari mulutnya
kecuali sebuah kata yang hanya dimengerti oleh Tuhan
maling itu telah mati siasia

orangorang itu merasa puas seperti menang dalam
sebuah perang yang dahsyat
ternyata hukum manusia lebih kejam dari hukum Tuhan
hukum manusia bisa dipermainkan
bahkan bisa diperjualbelikan

tapi orangorang itu apakah berani berhadapan dengan
para koruptor yang mengisap darah negeri tercinta ini
sehingga kurus dan melarat
semuanya tahu tapi hanya diam
dalam kepengecutan

orangorang tak pernah peduli
bahwa maling itu patut diberi tanda jasa
bahwa ia terpanggil atas tanggung jawab
isteri dan anakanaknya menangis karena lapar
sedang ia tak punya apapa

sang ibu dan anakanaknya masih menangis
penuh harap untuk hari ini
namun sang bapa pergi dan tak pernah kembali lagi

banjarmasin, 1973

Tidak ada komentar: