Senin, 14 April 2008

edisi 23

Musik Batu Kolam

Orang itu duduk di pinggir kolam pada sebuah taman bunga,
menatap permukaan kolam , wajahnya diliput duka
Dilemparkannya sebuah batu ketengah kolam

Wajahnya merona senyum ketika air beriak dengan buihbuih memutih
Bungabunga juga melukis senyum mendengarnya
Dilemparkannya kembali sebuah batu
Wajahnya tambah merona senyum dengan tarikan napas panjang

Air memercik melahirkan ombakombak berlomba menepi
dan buihbuih membentuk kapalkapal kecil
Tibatiba kuncup bunga yang tak sempat mekar bermekaran mendengarnya
Kembali dilemparkannya sebatu duabatu tigabatu

Wahai angin sepoi menari bersama bungabunga
Jatuhan batu di permukaan kolam itu menjadi ajang ketakjuban

Entah berapa batu sudah
Wajahnya kini berbungabunga

Banjarbaru,1985


Fatamorgana

Seseorang bertanya padaku :
Apa yang kau renungkan berlamalama menatap permukaan air itu,
tidakkah kau nikmati pemandangan alam di sekitar kita ini
Aku menjawab : Aku tiada tertarik sedikit pun melihat
jasad, ia adalah semata permainan dunia
Seseorang itu berkata : Aku ini mungkin termasuk
orang yang paling tolol, tiada masuk apa yang kau
katakan
Aku berkata : Tiadakah kau lihat di permukaan air itu
Orang itu menatap permukaan air : fatamorgana
Aku berkata : Jangan kau lihat dengan akal akan tetapi
lihatlah dengan matahati, maka di situlah asalnya
Orang itu bertanya : Apakah itu ruh
Aku tak menjawab, kucelupkan tanganku ke air, maka
permukaan itu berombak
Orang itu takjub melihat dirinya di permukaan air itu

Banjarbaru, 1985


Nikmat Dalam Tawa dan Ratap
( orang menyangka aku ini gila )

Wahai malam hening
Tenggelamkan aku ke dasar heningmu
Biarkan aku lelap lantaran aku sangat mencintaiNya
Lantaran cinta aku dendam rindu padaNya

Tiadalah nyenyak tidurku
Tiadalah selera makan minumku
Karena tak lunaslunas jua merindu

Sajadahku basah oleh airmataku
Denyut jantungku luluh dalam zikirku

Wahai malam hening, lebih ke dasar lagi
Karena aku nikmat dalam tawa dan ratapku

Banjarbaru,1985


Tamu Mubalig

Kupikir siapakah gerangan mengetuk pintu
Matahari sudah tiba waktunya terbenam
Ternyata seorang tamu
Kuhampar sajadah

Seingatku baru kali ini bertemu
Begitu lancar ia membentangankan pencarian diri
Tentang tuhan
Tentang dunia dan akhirat
Dan entah apa lagi
Sepertinya aku harus menjadi pendengar yang baik

Mungkin ia cape lalu diam sejenak
Tibatiba ia terperanjat ketika aku bertanya
Saudaraku, adakah kau ucapkan salam
Ketika aku membukakan pintu

Banjarbaru, 1986

Tidak ada komentar: