Senin, 14 April 2008

edisi 11

Seorang Anak Kecil Minta Susu
Kepada Ibunya Yang Mati

di sebuah rumah tua
di sudut sebuah kota
seorang anak kecil
menangis di samping ibunya
yang terbaring di sepotong tikar butut
berjuang mempertahankan sebuah nafas yang
terakhir
untuk meneteki satu tetes susu buat anaknya
busung lapar yang dideritanya
tak sembuhsembuh jua
satu tetes susu telah mengantarkan nyawanya
kehadirat tuhan yang mahakuasa
anak kecil itu masih menangis
dalam tetekan ibunya yang telah mati
ia terus menetek
dengan tangis ia berharap tetek ibunya mengalir
susu yang deras
dan malam itu tak ada lagi tangis
kecuali angin yang mendesis
rumah tua itu teramat lengang

di sisi tuhan
seorang ibu berwajah rembulan sedang meneteki
anaknya yang dahaga

banjarmasin,1973


Doa Selembar Daun

bila aku luruh
luruhlah dari tangkaiMu
luruh atas kasihsayangMu
bumi adalah sajadah
terhampar dari firmanMu
beri aku bumi
agar sujud abadi di rabbMu
sesungguhnyalah aku adalah daun
dari sebatang pohon
yang kutanam sewaktu masih segumpal darah
tapi perkenankanlah
inilah doaku yang paling terakhir
bila aku luruh
berilah aku luruh
luruh dari tangkai kasihsayangMu

banjarmasin, 1974


Mayat

perkara mayat
di kota ini
menjadi persoalan yang masih dipersoalkan
mayat
di emperemper, di sudutsudut pertokoan,
d i selokanselokan, di sungaisungai yang buntu
di bawah jembatan, di tempattempat kumuh
bahkan di muka kantor di tamantaman
dan entah di mana lagi
mayat mendebarkan bagi orangorang yang lewat
tapi ada juga hal yang sudah biasa
palingpaling menengok sebentar
rupanya yang paling repot adalah pemerintah
tata kota
mayat adalah sampah yang harus dibersihkan
dan petugas dinas sosial menggerutu bila ada mayat
apa lagi yang tidak beridentitas
sebab biaya penguburan sangat mahal
tanah untuk kubur semakin sempit
polisi juga pada sibuk mengamankan mayat
dari maling mayat
dan mahasiswamasiswa kedokteran
mencari kesempatan menuju mayat
siapa tahu ada mayat gratis
lumayan buat praktik bedah
tokohtokoh agama dan pemukapemuka masyarakat
sudah cape
ke tempattempat ibadah
ke rumahrumah duka

seniman, cendekiawan, dan perkumpulan hatinurani
turun ke jalanjalan mengarak poster, spanduk dengan
beragam tulisan,
yelyel dan pertunjukan teater mayat
dan ditempat lain
serikat pedagang keranda dan persatuan penggali
kubur
lebih riuh lagi mempertahankan haknya
kaum legislatif dan eksikutif sudah kehilangan akal
malah ada yang kasakkusuk
menanggapi aspirasi tentang mayat
dalam sebuah negeri yang tak ubahnya sesosok
mayat

banjarmasin, 1974

Tidak ada komentar: